Setiap Ramadan, suasana di Mesir semakin hangat, bukan hanya karena kegiatan ibadah yang khusyuk, tetapi juga karena tradisi sosial yang telah berlangsung selama berabad-abad. Salah satu tradisi paling menginspirasi yang menarik perhatian adalah Meja Belas Kasihan atau Mawaid Al-Rahman. Pada waktu berbuka puasa, warga setempat bersatu padu untuk menyediakan makanan bagi siapa saja yang membutuhkan, mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan di kalangan masyarakat.
Di jalanan Kairo, tepatnya di sekitar Masjid Sayeda Zeinab, pemandangan menawan ini berlangsung dengan semarak. Satu jam sebelum matahari terbenam, ratusan orang berdesak-desakan menunggu waktu berbuka. Masjid Sayeda Zeinab, yang diyakini sebagai makam cucu perempuan Nabi Muhammad, menjadi salah satu lokasi utama tradisi ini. Para relawan setia menyiapkan meja panjang yang dipenuhi dengan beragam makanan, tanpa memandang latar belakang atau status sosial para tamunya.
Menu yang disajikan di Meja Belas Kasihan bervariasi tetapi umumnya terdiri dari nasi, kentang, ayam, kurma, dan air mineral. Relawan, yang sebagian besar adalah penduduk lokal, bekerja keras untuk menjamin setiap tamu mendapatkan makanan sebelum mereka sendiri berbuka puasa. Kegiatan ini tidak hanya sekedar berbagi makanan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial antarwarga.
Tradisi ini tidak berjalan tanpa dukungan. Masyarakat sekitar, termasuk para pedagang di pasar Sayeda Zeinab, turut berkontribusi dengan menyumbangkan bahan makanan seperti daging, beras, dan sayuran. Selain itu, donasi dari luar negeri juga mengalir, terutama dari negara-negara Teluk yang ingin beramal. Hamdy, seorang relawan berusia 40 tahun yang telah aktif selama lima tahun, mengungkapkan, “Di sini, setiap 10 meter ada meja bantuan. Orang Mesir mudah berorganisasi untuk membantu sesama.”
Di dapur tempat penyimpanan makanan, relawan muda bernama Mostafa bertugas memasak dalam jumlah besar, sementara Hassan membagikan makanan dengan penuh keceriaan. Pekerjaan mereka di Meja Belas Kasihan mengharuskan mereka untuk mengorbankan waktu berbuka puasa bersama keluarga. “Kami hanya bisa berbuka puasa bersama keluarga satu kali saja agar ibu tidak sedih. Sisanya, kami bertugas di sini,” kata Hassan sambil tersenyum.
Momen haru juga terlihat pada seorang pria tua yang baru pertama kali menginjakkan kaki di meja ini. Menjalani Ramadan tahun ini sendirian, ia memutuskan untuk berbuka bersama orang-orang di sini. Meskipun tidak banyak bicara, senyum di wajahnya mencerminkan rasa diterima dalam kebersamaan tersebut.
Tradisi Meja Belas Kasihan di Mesir sudah ada sejak abad ke-9. Awalnya dimulai pada masa Ahmad Ibn Tulun, penguasa Mesir, yang menggelar acara berbuka puasa massal. Tradisi ini berkembang pesat pada era Dinasti Fatimiyah dan terus bertahan hingga kini sebagai bagian integral dari budaya Ramadan di Mesir. Dikenal dengan semangat berbagi, di berbagai lokasi, papan plakat dengan ayat Al-Quran menjadi panduan bagi para relawan.
Semangat berbagi tersebut menjadikan Ramadan di Mesir bukan hanya sekadar waktu untuk ibadah tetapi juga momen berkumpul dan saling berbagi kebahagiaan. Jika suatu saat Anda berkunjung ke Mesir, jangan heran jika Anda diajak duduk dan menikmati berbuka puasa di Meja Belas Kasihan. Di negeri ini, kebaikan adalah milik bersama, di mana setiap orang memiliki hak untuk merasakan kehangatan dan cinta dalam setiap suapan makanan.