Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkapkan keyakinannya bahwa optimalisasi zakat dan wakaf dapat menjadi solusi cepat untuk mengatasi kemiskinan ekstrem yang masih melanda Indonesia. Dalam pernyataannya yang disampaikan pada jumpa pers di Kementerian Agama di Jakarta, ia menyampaikan bahwa pendekatan pemberdayaan ekonomi berbasis keagamaan perlu diperkuat agar dana yang terkumpul dapat langsung menyasar kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
“Kami terinspirasi oleh pernyataan Presiden mengenai upaya pengentasan kemiskinan. Beliau sangat profesional dalam membedakan antara kemiskinan mutlak dan kemiskinan biasa,” kata Nasaruddin, mengacu pada pentingnya diferensiasi dalam menangani permasalahan kemiskinan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sekitar 3,11 juta penduduk Indonesia yang berada dalam kategori kemiskinan mutlak atau ekstrem, yang dalam istilah Al-Qur’an disebut sebagai fakir. Menurut Menag, untuk memenuhi kebutuhan minimal mereka yang diperkirakan sekitar Rp600 ribu per bulan, diperlukan anggaran yang berkisar antara Rp19 triliun hingga Rp20 triliun.
Nasaruddin melaporkan bahwa Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp41 triliun tahun lalu. Ia menekankan bahwa seandainya sebagian dari dana tersebut dialokasikan untuk menangani kemiskinan ekstrem, permasalahan ini dapat diatasi tanpa harus tergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, dia juga mencatat bahwa sistem zakat yang ada saat ini masih menggunakan konsep lama yang mungkin kurang relevan dengan tantangan ekonomi modern. “Fikih zakat harus lebih modern. Kita perlu memahami siapa yang sebaiknya diberi bantuan uang, siapa yang membutuhkan alat kerja, dan siapa yang perlu modal usaha,” jelasnya.
Nasaruddin juga menggarisbawahi berbagai jenis kemiskinan yang ada, termasuk kemiskinan alami akibat bencana, kemiskinan yang terjadi karena kondisi budaya, serta kemiskinan struktural yang menimpa individu-individu dengan keterampilan yang tidak memiliki akses modal. “Ada individu yang intelijensia dan berpengalaman, tetapi karena latar belakang yang kurang menguntungkan, mereka terpaksa bekerja serabutan,” ujarnya.
Dalam upaya memperluas jangkauan zakat dan wakaf, Menag juga menyebut potensi besar dari wakaf di Indonesia, yang diperkirakan mencapai Rp178 triliun per tahun. Jika dikelola dengan baik, dana ini dinilai dapat berkontribusi signifikan dalam pengentasan kemiskinan. Ia mendorong adanya sistem wakaf praktis, salah satunya penambahan persentase kecil dari tagihan listrik atau telepon yang dapat dialokasikan untuk wakaf.
“Bayangkan jika ini diterapkan, dana wakaf yang terkumpul bisa sangat besar dan membantu banyak orang,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Menag mengajak umat Islam di seluruh Indonesia untuk lebih aktif dalam memenuhi kewajiban membayar zakat, infak, dan sedekah sebagai bagian dari tanggung jawab sosial. Ia menargetkan agar potensi zakat nasional sebesar Rp300 triliun per tahun dapat terkumpul secara maksimal, sehingga masyarakat masih dihadapkan pada kenyataan bahwa Indonesia adalah negara kaya dengan potensi besar, tetapi kemiskinan masih menjadi masalah serius yang perlu segera ditangani.
“Jika semua potensi zakat dan wakaf ini dioptimalkan, tidak seharusnya ada lagi orang yang kelaparan di negeri ini,” pungkas Nasaruddin. Keterlibatan aktif setiap individu dalam memberi dan berkontribusi bisa menjadi langkah awal untuk memastikan kesejahteraan lebih merata di tengah masyarakat.