Ratusan mahasiswa Universitas Trisakti menggeruduk Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta Selatan, pada Rabu (19/3/2025). Aksi unjuk rasa ini digelar sehari sebelum Rapat Paripurna DPR yang dijadwalkan akan mengesahkan Revisi Undang-Undang TNI menjadi Undang-Undang. Para mahasiswa datang dengan semangat dan membawa berbagai atribut, seperti poster dan bendera, untuk menyampaikan penolakan mereka terhadap pengesahan RUU TNI.
Sejak pukul 14.00 WIB, mahasiswa mulai berkumpul di Gerbang Pancasila, tepat di pintu belakang Gedung DPR RI, di jalan Gelora. Aksi mereka disertai dengan teriakan, “Tolak RUU TNI, Tolak RUU TNI!” yang mencerminkan ketidakpuasan mereka terhadap langkah legislasi yang dinilai kontroversial. Pengamanan di lokasi tampak ketat, dengan aparat kepolisian yang dikerahkan untuk menjaga situasi agar tetap kondusif. Gerbang Pancasila dan pintu masuk kendaraan juga ditutup agar mahasiswa tidak dapat memasuki area DPR.
Aksi ini merupakan respons terhadap kesepakatan yang telah dicapai oleh DPR dan pemerintah untuk melanjutkan pembahasan RUU TNI, yang dipandang oleh sejumlah kalangan sebagai upaya untuk menghidupkan kembali dwifungsi ABRI di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Penilaian ini dikemukakan karena adanya penguatan peran TNI dalam aspek sipil yang diatur dalam RUU tersebut. Mahasiswa merasa khawatir bahwa revisi ini akan mengancam demokrasi dan memperlemah posisi sipil dalam struktur pemerintahan.
Sebelum aksi protes diGedung DPR, Ketua Komisi I DPR Utut Adianto melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta. Dalam perbincangannya, Utut menyampaikan bahwa RUU TNI menjadi agenda utama dan telah dibahas secara mendalam. “Antara lain, makanya banyak diskusi banyak hal dari sisi,” kata Utut, menjelaskan mengenai pembahasan tersebut.
Menjawab pertanyaan apakah Prabowo setuju dengan RUU TNI, Utut memberikan jawaban optimis, “Kan semuanya nggak ada masalah.” Meskipun begitu, banyak pihak mempertanyakan urgensi pengesahan RUU ini tanpa konsultasi lebih lanjut kepada masyarakat. Dalam rapat pleno yang berlangsung sehari sebelum aksi, delapan fraksi di DPR telah sepakat untuk membawa revisi UU tentang TNI ke rapat paripurna.
Berbagai elemen masyarakat lainnya juga telah mengungkapkan penolakan mereka terhadap RUU TNI ini. Kritik tajam datang dari pengamat militer yang menyebut bahwa RUU ini dapat mempermudah pelibatan TNI di urusan sipil, yang dapat menghasilkan potensi penyalahgunaan kekuasaan di masa depan. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat sipil, yang berusaha mempertahankan hak-hak demokratik mereka di tengah tekanan yang mungkin terjadi jika TNI mendapat mandat lebih besar dalam mengatur kehidupan sipil.
Mahasiswa Universitas Trisakti berkomitmen untuk terus mengawasi perkembangan RUU tersebut dan berusaha memobilisasi lebih banyak massa jika diperlukan. “Kami tidak akan tinggal diam. Aksi ini adalah bentuk tanggung jawab kami sebagai generasi muda untuk mengingatkan pentingnya posisi sipil dalam pemerintahan,” ujar salah satu mahasiswa dalam orasinya.
Hingga berita ini ditulis, mahasiswa masih bertahan di lokasi dan meneruskan orasi mereka, menuntut agar suara mereka didengar oleh para pengambil kebijakan. Dengan adanya aksi ini, diharapkan dapat mendorong diskusi publik yang lebih luas mengenai masa depan peran TNI dalam pemerintahan, serta untuk mengingatkan lembaga legislatif agar tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip demokrasi yang telah dibangun selama ini.