Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan penting terkait gugatan yang diajukan oleh pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala dalam perkara Pilkada Gubernur Sumatera Utara 2024. Dalam sidang yang berlangsung pada Selasa, 4 Februari 2025, di Gedung MK Jakarta Pusat, Ketua MK, Suhartoyo, mengumumkan bahwa permohonan yang diajukan oleh Edy-Hasan tidak dapat diterima.
Dalam putusannya, MK mempertimbangkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik meskipun terjadi bencana banjir yang mempengaruhi pemungutan suara pada 27 November 2024. KPU juga telah melaksanakan pemungutan suara lanjutan (PSL) dan pemungutan suara susulan (PSS) untuk memastikan bahwa rakyat tetap memiliki kesempatan untuk memberikan suara mereka.
Hakim Konstitusi, M. Guntur Hamzah, menyoroti bahwa meskipun partisipasi pemilih tetap rendah pasca PSL dan PSS, hal tersebut tidak bisa dipersalahkan kepada KPU. “Rendahnya partisipasi pemilih dalam suatu kontestasi dapat terjadi disebabkan banyak faktor. Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum,” ungkap Guntur.
Ketidakberhasilan Edy-Hasan untuk membuktikan tuduhan mengenai keterlibatan Penjabat Gubernur Sumut, Agus Fatoni, dalam upaya pemenangan pasangan Bobby Nasution-Surya juga menjadi salah satu pertimbangan MK. Guntur menegaskan bahwa pihak pemohon tidak mampu menunjukkan bukti yang kuat terkait tudingan tersebut.
Adapun mengenai rotasi yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri terhadap penjabat gubernur, MK menilai langkah tersebut sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Mengacu pada Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, MK menyatakan bahwa Edy-Hasan tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk mengajukan gugatan terhadap hasil penghitungan suara. Dengan demikian, kedudukan hukum mereka untuk mengajukan gugatan dinyatakan tidak ada.
Menyusul putusan tersebut, MK mengabulkan eksepsi dari pihak tergugat dan pihak terkait, yang menunjukkan bahwa Edy-Hasan tidak memiliki hak untuk menggugat hasil Pilkada Sumut 2024 tersebut. “Mengabulkan eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait berkenaan dengan kedudukan hukum pemohon,” jelas Suhartoyo.
Dalam proses hukum ini, terdapat juga catatan menarik mengenai Hakim Konstitusi Anwar Usman. Ia tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan masalah sengketa Pilgub Sumut 2024 dengan menggunakan hak ingkar. Keputusan ini diambil untuk menghindari potensi konflik kepentingan, mengingat adanya hubungan keluarga antara Anwar dan Bobby Nasution, selaku pihak terkait dalam perkara ini. “Hakim Konstitusi Anwar Usman menggunakan hak ingkar untuk tidak ikut memutus dan juga mengucapkan putusan,” kata Suhartoyo, menekankan bahwa tindakan ini diambil secara sukarela oleh Anwar.
Secara keseluruhan, keputusan MK menegaskan bahwa proses pemilihan gubernur di Sumatera Utara telah dilakukan dengan sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan bahwa penggugat tidak memiliki dasar yang cukup untuk melanjutkan gugatan mereka. Keputusan ini diharapkan akan menjadi penanda berakhirnya tahap sengketa terkait Pilgub Sumut 2024 dan memberikan kejelasan bagi semua pihak terkait.
Dengan hasil ini, perhatian kini tertuju pada langkah berikutnya dalam proses politik di Sumatera Utara dan bagaimana implikasi keputusan ini akan mempengaruhi dinamika kepemimpinan di daerah tersebut.