Penggembalaan Mematikan: Strategi Pemukim Israel Kuasai Tepi Barat

Penggembalaan Mematikan: Bagaimana Pemukim Israel Merebut Tepi Barat dengan Kedok Ternak

Dalam beberapa tahun terakhir, penggembalaan ternak oleh pemukim Israel di Tepi Barat telah menjadi salah satu metode yang efektif bagi mereka untuk memperluas wilayah kontrol mereka atas lahan yang sebelumnya dikuasai oleh warga Palestina. Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh LSM Israel, Peace Now, dan Kerem Navot, mengungkapkan bahwa lebih dari 14 persen wilayah Tepi Barat telah dikuasai melalui penggembalaan, yang diduga merupakan kedok untuk mengusir komunitas lokal.

Laporan yang berjudul “The Bad Samaritan” menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, sekitar 70 persen tanah yang disita oleh para pemukim diambil dengan dalih kegiatan penggembalaan. Para pemukim tersebut memperoleh akses kepada lahan pertanian yang sangat penting bagi warga Palestina dan secara bertahap menghalangi akses komunitas tersebut ke wilayah yang mereka tinggali.

Dalam konteks ini, kegiatan penggembalaan tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk memelihara ternak, tetapi juga sebagai senjata untuk melemahkan kehadiran warga Palestina di tanah mereka sendiri. “Untuk memaksa warga Palestina keluar, para pemukim menggunakan pelecehan, intimidasi, dan kekerasan, dengan dukungan pemerintah dan militer Israel,” ungkap pengawas dalam laporan tersebut. Allegra Pacheco, direktur Konsorsium Perlindungan Tepi Barat, menambahkan bahwa kondisi kehidupan yang sulit dirancang oleh pemerintah Israel membuat banyak warga Palestina merasa tidak memiliki pilihan lain selain meninggalkan tanah mereka.

Data terbaru menunjukkan, tanpa memperhitungkan Yerusalem Timur yang dianeksasi, Tepi Barat dihuni oleh hampir 490.000 warga Israel yang tinggal di permukiman yang diakui ilegal oleh hukum internasional. Sementara itu, sekitar tiga juta warga Palestina juga mendiami wilayah yang sama, kondisi ini menghasilkan ketegangan yang kian memuncak.

Pada bulan Maret, misalnya, Badan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa 23 warga Palestina terluka akibat serangan pemukim hanya dalam satu minggu. Selama periode yang sama, dua keluarga Palestina terpaksa mengungsi, dan banyak properti seperti rumah serta kendaraan dirusak oleh pemukim, sebuah tindakan yang semakin memperburuk kondisi hunian warga Palestina.

Laporan menunjukkan bahwa lebih dari 60 komunitas penggembalaan Palestina di Tepi Barat telah diusir menggunakan metode yang sama sejak tahun 2022. Komunitas-komunitas ini, sebagian besar terletak di Area C Tepi Barat, beroperasi di bawah kendali penuh Israel berdasarkan Perjanjian Oslo yang ditandatangani pada tahun 1990-an.

Politisi sayap kanan di Israel, termasuk anggota kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, baru-baru ini mengusulkan agar pemerintahan AS yang bersahabat dengan Israel dapat mendukung pencaplokan sebagian atau seluruh Tepi Barat di masa depan. Laporan tersebut memperingatkan bahwa penggusuran sistematis warga Palestina dari tanah mereka telah membangun fondasi bagi ambisi tersebut.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB juga menyoroti pertumbuhan permukiman yang “signifikan” di Tepi Barat, yang melanggar hukum internasional. Temuan ini dipresentasikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada akhir bulan ini, menambah tekanan internasional terhadap tindakan Israel di wilayah yang disengketakan ini.

Di tengah semua peristiwa ini, warga Palestina merasakan ketidakpastian yang mendalam akan masa depan mereka. Mereka harus menghadapi intimidasi harian dan ancaman terhadap keselamatan mereka dan keluarga. On-top of that, penggembalaan yang dilakukan oleh pemukim Israel tidak hanya mengancam sumber penghidupan mereka, tetapi juga menghilangkan identitas budaya dan hak atas tanah yang sudah ada selama berabad-abad. Ketegangan ini terus membara, menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar akan keberlanjutan kehidupan di Tepi Barat di masa mendatang.

Berita Terkait

Back to top button