Respons Kejaksaan Agung soal Pengaduan Jampidsus ke KPK: Arogansi?

Respons Kejaksaan Agung terkait pengaduan terhadap Jampidsus, Febrie Adriansyah, yang disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai kritik tajam. Beberapa pihak, termasuk Direktur Democratic Justice Reform (De Jure), Bhatara Ibnu Reza, menilai respons tersebut menunjukkan sikap arogan dari institusi Kejaksaan. Hal ini disampaikan Bhatara saat memberikan pendapatnya terkait pernyataan resmi dari Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.

Menurut Bhatara, pernyataan Harli Siregar yang menyebut “satu anggota kejaksaan atau adhyaksa yang diperlakukan tidak adil, sama artinya dengan menghadapi institusi Kejaksaan Agung” memberi kesan defensif dan seolah menolak untuk berkoordinasi dengan KPK. Ia mengatakan bahwa sikap ini mencerminkan ketidakberanian Kejaksaan Agung untuk mengikuti proses hukum yang berlaku, padahal KPK memiliki kewenangan yang sama dalam menjalankan tugas penegakan hukum.

Pernyataan yang disampaikan Bhatara pun mencerminkan keprihatinannya terhadap semangat Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen untuk memerangi korupsi. Ia merasa seharusnya Kejaksaan dapat bersikap lebih terbuka dan menunjukkan kerja sama yang baik dengan KPK, meskipun ada dugaan unsur politis dalam laporan tersebut.

Lebih lanjut, Bhatara, yang juga merupakan mantan Komisioner Kejaksaan periode 2019-2023, menegaskan bahwa Korps Adhyaksa seharusnya menyerahkan urusan pelaporan ke KPK dan menunggu hasil dari proses hukum yang sedang berjalan. Ia mengingatkan bahwa sikap arogansi yang ditunjukkan oleh pihak Kejaksaan tidak mencerminkan bijak dalam penegakkan hukum di Indonesia.

Pernyataan Bhatara ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi institusi penegak hukum untuk saling menghormati proses hukum. Ia menekankan bahwa penegak hukum harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat mengenai bagaimana seharusnya hukum ditegakkan. Dalam konteks ini, ia juga menyerukan agar Pemerintah dan DPR meninjau kembali rencana revisi RUU Kejaksaan. Bhatara berpendapat, revisi yang sedang berlangsung justru akan menambah kewenangan Korps Adhyaksa, yang berpotensi memperburuk masalah pelanggaran etik dan dugaan tindak pidana di masa mendatang.

Adapun, ia mendorong agar sistem pengawasan baik internal maupun eksternal diperkuat, guna meminimalisir potensi pelanggaran yang mungkin terjadi di lingkungan Kejaksaan. Hal ini dianggap penting agar tercipta transparansi dan keadilan dalam institusi yang memiliki tanggung jawab besar dalam penegakan hukum di Indonesia.

Reaksi negatif terhadap sikap Kejaksaan Agung dalam kasus ini mencerminkan ekspektasi masyarakat akan adanya sinergi antara lembaga penegak hukum. Dengan dinamika dan tantangan yang dihadapi oleh KPK dan Kejaksaan Agung, masyarakat berharap dua lembaga ini dapat berkolaborasi dengan baik dalam memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya.

Masyarakat menantikan tindakan nyata dari kedua institusi untuk menunjukkan bahwa mereka berkomitmen dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik. Kegiatan pemberantasan korupsi yang bersih dan efektif tentunya akan semakin menegaskan posisi Indonesia dalam komunitas internasional sebagai negara yang serius dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Exit mobile version