Rupiah Ambruk ke Rp 16.523 per Dolar AS, Ini Sebabnya!

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penurunan signifikan pada pembukaan perdagangan Rabu, 19 Maret 2025, dengan posisi terakhir yang tercatat di Rp 16.523 per dolar AS. Penurunan ini menunjukkan melemahnya rupiah sebesar 95 poin atau 0,58 persen. Berdasarkan informasi dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis pada Jumat sore, nilai tukar rupiah sebelumnya berada di angka Rp 16.200 per dolar AS.

Analis dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa pelaku pasar saat ini tengah menantikan keputusan Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan atau BI Rate. "Rupiah diperkirakan akan berkonsolidasi dengan kecenderungan melemah terbatas. Investor menunggu hasil dan pernyataan dari rapat dewan gubernur BI sore ini," ujar Lukman. Penantian ini menciptakan ketidakpastian di kalangan investor, yang berujung pada sentimen pasar yang lebih lemah.

Beberapa faktor yang memicu ambruknya rupiah di antaranya adalah:

  1. Kebijakan Suku Bunga: Keputusan Bank Indonesia mengenai arah suku bunga menjadi salah satu faktor kunci yang memengaruhi nilai tukar rupiah. Para investor berharap adanya pernyataan yang positif untuk mendongkrak kepercayaan pasar.

  2. Sentimen Pasar yang Lemah: Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi pada hari sebelumnya menambah ketidakpastian. IHSG anjlok sebanyak 3,84 persen pada Selasa, 18 Maret 2025, sebagai dampak dari aksi jual (sell off) di pasar ekuitas.

  3. Kondisi Makroekonomi Global: Meski indeks dolar AS terpantau turun karena penguatan Euro menyusul keputusan parlemen Jerman untuk meningkatkan belanja negara, dolar AS masih menjalani penguatan di tengah data manufaktur dan perumahan AS yang lebih baik dari perkiraan. Hal ini menyebabkan tekanan pada mata uang lainnya, termasuk rupiah.

  4. Pergerakan Dolar AS: Meskipun ada faktor penurunan, dolar AS tetap dalam posisi yang cukup kuat. Sebagian besar investor tetap mewaspadai dampak dari berita-berita ekonomi yang dapat memengaruhi pasar ke depannya.

"Indeks dolar AS menunjukkan penurunan, tetapi ini tidak menggiring kepada penguatan yang signifikan untuk rupiah," tambah Lukman. Ia memperkirakan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp 16.400 hingga Rp 16.550 untuk beberapa waktu ke depan.

Sektor-sektor yang paling terkena dampak dari penguatan dollar dan melemahnya rupiah antara lain adalah industri yang bergantung pada bahan baku impor. Ketidakpastian nilai tukar dapat berimbas pada biaya produksi dan harga jual di pasar domestic.

Para pelaku usaha di Indonesia diminta untuk memantau perkembangan di pasar valuta asing dengan lebih seksama. Kenaikan harga barang impor dapat memberikan dampak inflasi yang lebih tinggi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi daya beli masyarakat.

Situasi ini menuntut perhatian khusus dari semua pemangku kepentingan, di mana keputusan strategis tentunya diperlukan agar perekonomian dalam negeri tidak terguncang lebih lanjut. Walaupun ada potensi pemulihan, banyak yang berkeyakinan bahwa stabilitas nilai tukar sangat bergantung pada kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia dan respons pasar terhadap kondisi ekonomi global.

Exit mobile version