Siapa Bertanggung Jawab Biayai Pengungsi Rohingya di Indonesia?

Serangan bersenjata dan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas sejak Agustus 2017 mendorong hampir satu juta pengungsi Rohingya meninggalkan Myanmar, mencari perlindungan di negara tetangga, Bangladesh. Pengungsi Rohingya, yang sebagian besar tinggal di Cox’s Bazar, menghadapi tantangan kemanusiaan yang signifikan, dan kini muncul pertanyaan mendesak: Siapa yang seharusnya bertanggung jawab membiayai mereka?

Rohingya menjadi korban pelanggaran yang sistematis di Myanmar. Kelompok etnis ini, yang telah hidup di negara tersebut selama berabad-abad, tidak diakui sebagai warga negara dan kehilangan hak-hak dasar mereka sejak undang-undang kewarganegaraan tahun 1982. Hal ini menjadikan mereka populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia. Situasi ini mendorong ribuan orang untuk melarikan diri dari kekerasan yang melanda daerah asal mereka dan mencari kehidupan yang lebih baik, meskipun rute pelarian sering kali sangat berbahaya.

Data dari UN Refugees menunjukkan bahwa lebih dari 95 persen rumah tangga Rohingya di Bangladesh bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan. Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan siapa yang bertanggung jawab atas biaya bantuan tersebut. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai tanggung jawab dalam membiayai pengungsi Rohingya:

  1. Pemerintah Bangladesh: Sebagai negara tempat pengungsi mencari perlindungan, Bangladesh memiliki tanggung jawab untuk memberikan dukungan kemanusiaan. Namun, kapasitas pemerintah dibatasi oleh keterbatasan sumber daya, terutama mengingat kamp-kamp yang dipenuhi pengungsi. Oleh karena itu, dukungan finansial internasional sangat penting.

  2. Negara-negara donor: Negara-negara kaya harus berperan aktif dalam mendukung kebutuhan pengungsi Rohingya. Selama ini, ada ketergantungan yang tinggi pada bantuan luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan perlindungan. Sebagai contoh, banyak negara donor, termasuk Jepang dan Uni Eropa, telah memberikan dana untuk bantuan kemanusiaan di Bangladesh.

  3. Organisasi Internasional: Lembaga seperti United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan organisasi non-pemerintah lainnya juga harus mempertahankan komitmen untuk membantu pengungsi. Kegiatan UNHCR mencakup pendaftaran pengungsi, pemberian perlindungan, dan penyediaan layanan kesehatan. Dukungan mereka sangat krusial, tetapi setelah bencana seperti badai dan banjir, akses dana sering kali menjadi tantangan tersendiri.

  4. Masyarakat Internasional: Komunitas global harus meningkatkan kesadaran tentang situasi pengungsi Rohingya dan memperkuat dukungan di tingkat internasional. Ini termasuk memperluas kampanye kesadaran publik dan mengadvokasi kebijakan yang mendukung pembiayaan bantuan jangka panjang bagi pengungsi, baik dari pemerintah maupun donors individu.

  5. Perusahaan Swasta: Inisiatif dari sektor swasta dapat memberikan sumber daya tambahan yang dibutuhkan untuk memfasilitasi bantuan. Melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), bisnis dapat berkontribusi pada upaya bantuan bagi pengungsi, dengan memberikan dukungan finansial atau melalui pengumpulan barang-barang kebutuhan.

Sementara pengungsi Rohingya terus hidup dalam ancaman banjir dan penyakit akibat cuaca buruk, perhatian juga harus diberikan pada kondisi di dalam kamp. Musim hujan yang berlangsung dari Juni hingga Oktober memperburuk situasi, dengan risiko banjir dan tanah longsor yang terus meningkat. Pemindahan sebagian pengungsi ke pulau Bhasan Char oleh Pemerintah Bangladesh bukan tanpa tantangan—masih terdapat kesenjangan dalam layanan dan berkelanjutan.

Dengan jutaan orang terdampak dan ketidakpastian yang terus berlanjut, dialog internasional mengenai tanggung jawab dan dukungan keuangan untuk pengungsi Rohingya harus menjadi prioritas. Hingga saat itu, populasi Rohingya kemungkinan akan tetap bergantung pada bantuan yang tidak menentu, dengan situasi kemanusiaan yang sangat mendesak.

Exit mobile version