Studi terbaru yang dirilis oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) dan IQVIA mengungkapkan bahwa sembilan dari sepuluh penderita gigi sensitif mengalami penurunan kualitas hidup. Temuan ini menunjukkan bahwa dampak dari gigi sensitif tidak hanya terbatas pada masalah fisik, tetapi juga berpengaruh besar terhadap kondisi psikologis, emosional, dan sosial individu.
Dr. drg. Fatimah Maria Tadjoedin, Sp. Perio(K), menyampaikan informasi ini dalam sebuah pemaparan di Jakarta. Menurutnya, sekitar 92% responden dalam penelitian tersebut menggambarkan sensitivitas gigi sebagai sesuatu yang sangat mengganggu. Selain itu, 86% dari mereka menyatakan merasa cemas akan rasa sakit ketika mengonsumsi makanan tertentu, sehingga banyak di antara mereka lebih memilih untuk menghindari acara sosial. Hal ini berujung pada keadaan ketidaknyamanan yang berkepanjangan.
Latar belakang penelitian ini juga selaras dengan tema Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia tahun 2025, yaitu “A Happy Mouth is a Happy Mind.” Tema ini menekankan pentingnya hubungan antara kesehatan gigi dengan kesejahteraan emosional. Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia merupakan inisiatif global yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai dampak kesehatan gigi terhadap kesehatan secara keseluruhan.
“Temuan ini menunjukkan bahwa gigi sensitif bukanlah sekadar ketidaknyamanan sesaat, melainkan kondisi yang memiliki pengaruh mendalam terhadap kualitas hidup seseorang. Banyak penderita yang tanpa sadar mengubah pola makan dan menarik diri dari kegiatan sosial alih-alih menangani masalah dengan cara yang tepat,” jelas Dr. Fatimah.
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa gigi sensitif dapat ditangani dengan pengelolaan yang benar. Tindakan-tindakan seperti menggunakan pasta gigi khusus untuk gigi sensitif, menjaga kebersihan gigi dan mulut secara rutin, serta berkonsultasi dengan dokter gigi dapat memberikan perubahan signifikan bagi kesehatan gigi dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Dhanica Mae Dumo-Tiu, General Manager Haleon Indonesia, turut menekankan bahwa gigi sensitif sebaiknya menjadi perhatian serius. Dia menyatakan, “Gigi sensitif bukan sekadar masalah gigi, tetapi juga menyentuh sisi kualitas hidup individu. Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa masyarakat Indonesia memahami pentingnya kesehatan gigi dan memiliki akses terhadap solusi yang tepat agar dapat menjalani hidup yang nyaman dan percaya diri.”
Penderita gigi sensitif sering kali merasa terhambat dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Mereka mungkin mengalami kesulitan saat menikmati makanan favorit, atau bahkan merasa tidak nyaman ketika harus tersenyum di depan orang lain. Hal ini tentunya dapat memengaruhi kepercayaan diri dan emosional seseorang. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat berujung pada penurunan kualitas hidup yang signifikan.
Riset menunjukkan bahwa gigi sensitif dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pengeroposan enamel gigi, gigi berlubang, atau bahkan penyakit gusi. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemeriksaan gigi secara rutin dan berkonsultasi dengan dokter gigi mengenai gejala yang dialami. Dengan langkah pencegahan yang tepat, penderita gigi sensitif tak hanya dapat memperbaiki masalah gigi mereka, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan hidup secara keseluruhan.
Kesadaran tentang masalah gigi sensitif harus ditingkatkan di masyarakat, sehingga mereka tidak merasa sendirian dalam menghadapi kondisi ini. Melalui edukasi yang tepat dan akses terhadap perawatan yang memadai, diharapkan kualitas hidup penderita gigi sensitif dapat ditingkatkan, membebaskan mereka dari ketidaknyamanan serta kekhawatiran yang selama ini mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.