Lombok, Podme.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dilaksanakan di SDN 1 Gontoran, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, baru-baru ini mendapatkan sorotan tajam akibat penemuan telur yang diduga berulat. Insiden ini terjadi pada Senin, 10 Maret 2025, saat siswa menerima makanan pengganti sebagai bagian dari program tersebut.
Dalam rangka bulan puasa, siswa di sekolah tersebut menerima paket makanan yang terdiri dari roti, telur, kurma, dan minuman sereal instan. Namun, telur yang disajikan itu dilaporkan memiliki ulat hidup di dalamnya, memicu kekhawatiran di kalangan orang tua dan masyarakat sekitar.
Kapolsek Lingsar, Iptu Ida Bagus Suwendra, mengonfirmasi kejadian tersebut setelah menerima laporan dari Bhabinkamtibmas setempat. “Saya baru dapat info kejadiannya sudah sekitar seminggu yang lalu,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Meskipun pihak sekolah dan penyedia MBG segera menangani masalah ini, keberadaan telur yang berulat tetap menimbulkan tanda tanya tentang kualitas makanan yang disediakan bagi para siswa. Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Grimax Indah Narmada, yang bertanggung jawab dalam penyaluran MBG di SDN 1 Gontoran, disebutkan juga tengah menyelidiki kejadian ini.
Data menunjukkan bahwa Grimax Indah Narmada menyalurkan MBG di beberapa sekolah lain dengan total 3.436 siswa. Vivit Dwi Yuni Purwanti, perwakilan dari SPPG, mengungkapkan bahwa mereka sudah mendatangi sekolah untuk memastikan kondisi telur tersebut. Ia menegaskan bahwa telur yang diberikan adalah fresh dan meragukan bahwa ulat berasal dari dalam telur itu sendiri.
Ada beberapa kemungkinan yang diajukan oleh Vivit terkait asal usul ulat yang ditemukan. Pertama, dia menduga bahwa ulat tersebut mungkin berasal dari paper bag yang digunakan untuk mengemas makanan. “Kami meyakini telur fresh tapi kemungkinan ada di paper bag, karena paper bag tidak sekali pakai,” ungkapnya.
Selain itu, Vivit juga menyebutkan kemungkinan lain, yaitu keberadaan ulat pada buah salak yang disertakan dalam paket MBG. Meskipun salak yang dibeli sudah disortir, masih ada kemungkinan bahwa ulat tersebut berasal dari buah yang busuk namun masih menempel pada buah yang tampak baik.
Dalam penjelasannya, Vivit menjelaskan proses distribusi makanan. “Waktu itu kami sempat tanya bagaimana pendistribusian sekolah ke murid-muridnya. Disuruh bawa kresek dan dipindahkan ke paper bag itu. Nah, pada saat dipindahkan itulah di atas meja ditemukan ulat satu. Ulatnya hidup,” jelasnya.
Hal ini tentu membahasakan perlunya perhatian lebih dalam pengelolaan makanan untuk program bergizi yang ditujukan kepada anak-anak. Kesehatan dan keselamatan siswa adalah prioritas utama, dan insiden ini menunjukkan bahwa ada celah dalam sistem pemeriksaan atau pengawasan pangan yang harus segera diperbaiki.
Beberapa langkah yang bisa diambil untuk mencegah terulangnya insiden serupa meliputi:
- Penyaringan yang Lebih Ketat: Proses pengadaan dan distribusi makanan harus lebih ketat dalam memeriksa kondisi produk sebelum sampai ke tangan anak-anak.
- Edukasi Pengelola Makanan: Melakukan pelatihan bagi petugas yang terlibat dalam pengelolaan makanan untuk memahami pentingnya sanitasi dan keamanan makanan.
- Uji Kualitas Reguler: Mengadakan uji kualitas secara berkala pada semua produk yang disediakan dalam program MBG.
Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi pengelola program Makan Bergizi Gratis dan pihak terkait lainnya untuk meningkatkan standar keamanan dan kesehatan makanan, sehingga kejadian serupa tidak akan terulang di masa depan. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program yang bertujuan untuk meningkatkan gizi anak-anak, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan makanan yang benar-benar sehat dan aman untuk dikonsumsi.