Trump Usul Pindahkan Warga Gaza, China Tegaskan Palestina Martir

Pemerintah China menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyarankan agar warga Palestina dipindahkan dari Jalur Gaza. Pada konferensi pers yang diadakan di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun menegaskan bahwa prinsip “rakyat Palestina memerintah Palestina” harus ditegakkan dalam pemerintahan pascakonflik di wilayah tersebut.

“Kami menentang pemindahan paksa penduduk Gaza,” kata Guo Jiakun. Pernyataan ini muncul setelah Trump mengusulkan bahwa AS akan mengambil alih wilayah Gaza dengan syarat penduduknya dipindahkan ke tempat lain. Trump juga mengklaim akan mengembangkan ekonomi daerah tersebut, menjadikannya sebagai “Riviera di Timur Tengah,” merujuk pada kawasan pantai yang terkenal dengan keindahan alamnya.

Guo menambahkan, “Gaza adalah milik rakyat Palestina. Wilayah itu adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah Palestina, bukan alat penawaran demi keuntungan politis.” Sementara itu, kondisi di Gaza semakin memburuk akibat perang yang berlangsung, menyebabkan kerusakan yang luas dan penderitaan bagi penduduknya. Sejak dimulainya agresi militer Israel pada Oktober 2023, lebih dari 47.550 penduduk Gaza telah kehilangan nyawa mereka, mengakibatkan kebutuhan akan bantuan kemanusiaan menjadi sangat mendesak.

Dalam konteks ini, Guo Jiakun menyerukan masyarakat internasional, terutama negara-negara besar, untuk bersatu dalam membantu rekonstruksi Gaza dan memberikan bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan. Dia juga menekankan dukungan China terhadap hak-hak nasional yang sah rakyat Palestina dan berkomitmen untuk bekerja sama dalam mewujudkan solusi dua negara yang mencakup pembentukan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Penolakan terhadap usulan Trump juga datang dari berbagai pemimpin dunia. Raja Abdullah dari Yordania menyatakan ketidaksetujuannya untuk mencaplok wilayah dan menggusur warga Palestina, sementara Mesir menegaskan akan mendukung rencana pemulihan Gaza tanpa mengusir penduduknya. Selain itu, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menyebut pengusiran warga Palestina dari Gaza bertentangan dengan hukum internasional dan dapat menimbulkan penderitaan baru. Kementerian Luar Negeri Prancis menyatakan bahwa masa depan Gaza seharusnya dikendalikan oleh “Negara Palestina masa depan” yang berada di bawah Otoritas Palestina.

Berbagai kritik ini menunjukkan ketidakpuasan banyak negara terhadap pendekatan AS dalam konflik Palestina-Israel. Keinginan Trump untuk merelokasi penduduk Palestina dari Gaza dipandang sebagai langkah yang tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga semakin memperumit situasi yang sudah sangat kompleks di wilayah tersebut. Hal ini mengundang pertanyaan mengenai strategi jangka panjang AS di Timur Tengah dan dampaknya terhadap stabilitas regional.

Kondisi di lapangan menggambarkan tantangan yang dihadapi warga Gaza. Badai yang melanda baru-baru ini telah merusak tenda-tenda yang dihuni oleh keluarga pengungsi, memperburuk penderitaan mereka. Dengan infrastruktur yang hancur akibat agresi militer dan akses yang sulit terhadap kebutuhan dasar, situasi kemanusiaan di Gaza menjadi semakin parah.

Diskursus mengenai masa depan Gaza dan hak-hak rakyat Palestina akan terus menjadi topik penting dalam forum internasional. Dengan banyak negara yang berkomitmen untuk mendukung hak-hak Palestina, serta penolakan terhadap pendekatan sepihak yang diusulkan oleh Trump, tampaknya akan ada upaya bersama yang lebih kuat untuk menyelesaikan konflik ini secara adil dan berkelanjutan.

Exit mobile version