Wanita Thailand Jadi Korban Perdagangan Sel Telur di Georgia

Interpol berhasil menyelamatkan tiga wanita Thailand yang menjadi korban perdagangan manusia di Georgia, di mana mereka dipaksa untuk menyumbangkan sel telur mereka dalam praktik ilegal yang dikenal sebagai “peternakan telur manusia.” Penyelamatan ini terjadi setelah adanya permintaan bantuan dari pemerintah Thailand pada akhir Januari 2025, sebagai respons atas laporan dari seorang wanita Thailand yang sebelumnya juga menjadi korban dan dibebaskan setelah membayar uang tebusan lebih dari US$ 2.000.

Menurut Pavena Hongsakula, pendiri Pavena Foundation for Women and Children, penyelamatan ini merupakan hasil dari informasi yang didapat dari korban yang telah bebas sebelumnya. Wanita yang awalnya tergiur tawaran pekerjaan sebagai ibu pengganti untuk pasangan tidak subur di Georgia, awalnya dijanjikan bayaran antara US$ 12.000 hingga US$ 18.000. Perekrut mereka menjanjikan pekerjaan tersebut sebagai kerja yang sah, bahkan turut membiayai pengeluaran untuk paspor dan tiket perjalanan.

Namun, kenyataan yang dihadapi para korban jauh dari harapan. Setelah tiba di Georgia pada Agustus 2024, mereka dibawa ke sebuah kompleks terpencil yang menampung sekitar 100 wanita Thailand lainnya. Dalam kompleks tersebut, para korban diberikan suntikan hormon untuk merangsang ovulasi, dibius, dan sel telurnya diambil setiap bulan tanpa kompensasi yang dijanjikan sebelumnya.

Sel telur yang diambil diduga diselundupkan ke berbagai negara untuk keperluan fertilisasi in vitro (IVF), metode yang biasa dilakukan untuk membantu pasien dengan kesulitan kesuburan. Prosedur ini melibatkan pembuatan embrio di laboratorium dengan menggabungkan sel telur dan spermatozoa, yang kemudian ditanamkan dalam rahim pasien.

Laporan dari Pavena Foundation menunjukkan tren mengkhawatirkan mengenai perdagangan manusia di Thailand. Sepanjang tahun 2024, sebanyak 257 warga Thailand dilaporkan menjadi korban perdagangan manusia, dengan 204 di antaranya ditemukan berada di luar negeri. Dari jumlah tersebut, yayasan telah membantu menyelamatkan 152 korban.

Penegak hukum di Thailand sedang memperluas penyelidikan mengenai jaringan perdagangan manusia ini dan berupaya untuk berkoordinasi dengan Interpol untuk melakukan penyelamatan lainnya. Penyelidikan ini diharapkan dapat mengungkap lebih banyak pelaku dan mencegah praktik ilegal yang semakin marak.

Meskipun banyak perusahaan di Georgia yang mengiklankan layanan ibu pengganti dengan klaim legalitasnya, pemerintah setempat kini tengah mempertimbangkan pengembangan kerangka hukum yang lebih ketat untuk melarang praktik perdagangan sel telur. Hal ini dipandang perlu untuk melindungi wanita dari eksploitasi dan untuk menangani isu yang lebih luas terkait perdagangan manusia.

Melihat situasi ini, penting bagi masyarakat internasional untuk meningkatkan kesadaran akan perdagangan manusia, terutama yang memanfaatkan kerentanan perempuan. Upaya penyelamatan harus terus dilanjutkan, sembari menekankan pentingnya perlindungan hukum untuk mencegah praktik yang merugikan dan mengancam hak asasi manusia. Dengan demikian, diharapkan tidak akan ada lagi perempuan yang terjebak dalam jaringan perdagangan seksual dan eksploitasi serupa di masa depan.

Exit mobile version