Waspada! Dampak Bibir Sumbing Tak Dioperasi: Risiko Stunting!

Kondisi bibir sumbing pada anak-anak masih menjadi isu kesehatan yang perlu perhatian serius dari masyarakat. Jika tidak segera ditangani, dampak kesehatan yang diderita bisa berujung pada masalah tumbuh kembang dan juga psikologis. Mayor Jenderal TNI (Purn.) dr. Budiman, Sp.BP-RE(K)., MARS., MH, selaku Ketua South East Asia Medical Advisory Council of Smile Train, menyoroti bahwa anak-anak yang mengalami bibir sumbing, jika tidak dioperasi, berisiko mengalami stunting—atau gagal tumbuh akibat kurangnya nutrisi yang diserap dengan baik.

Bayi yang memiliki bibir sumbing sering kali tidak dapat menyusu dengan baik. “Dia (bayi sumbing) tidak memiliki kemampuan untuk menghisap karena ada celah di langit-langit, dan ini membuatnya berisiko tersedak,” ungkap dr. Budiman. Hal ini menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. “Bayi-bayi sumbing akan mengalami stunting atau gagal tumbuh tidak memenuhi standar,” tambahnya dalam acara SmileTrain di Cibubur, Jawa Barat.

Dampak dari kondisi ini tidak berhenti pada masalah fisik. Perkembangan kemampuan bicara anak juga bisa terganggu jika penanganan tidak dilakukan segera. dr. Budiman mengungkapkan bahwa anak dengan bibir sumbing tidak dapat berbicara layaknya anak normal, yang pada gilirannya mengganggu kemampuan komunikasi mereka. “Adanya celah di langit-langit juga meningkatkan risiko infeksi, yang dapat memperburuk kondisi mereka,” jelasnya.

Berdasarkan panduan medis, usia ideal untuk melakukan operasi bibir sumbing adalah minimal 3 bulan setelah lahir. Sebelum dilakukan pembedahan, bayi akan menjalani pemeriksaan menyeluruh untuk menentukan kesiapan. dr. Budiman menambahkan bahwa pembedahan ini dilaksanakan bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. “Ada timing operasi yang sesuai protokol keselamatan. Pertama, operasi bibir minimal pada usia 3 bulan. Kemudian, untuk memperbaiki rahang, idealnya dilakukan pada usia 1,5 tahun, sebelum anak terbiasa berbicara,” ujarnya.

Sementara itu, Country Manager & Program Director Smile Train Indonesia, Deasy Larasati, menjelaskan bahwa pasien yang dioperasi secara tepat waktu tidak memerlukan terapi lanjutan. “Setelah operasi celah langit, jika dilakukan tepat waktu, mereka tidak perlu menjalani terapi bicara lanjut. Namun jika penanganan terlambat, terapi ini akan sangat diperlukan,” ungkapnya.

Masalah stunting yang diakibatkan oleh bibir sumbing menjadi perhatian serius bagi para orangtua dan tenaga medis. Menurut data WHO, stunting menjadi salah satu indikator kesehatan yang penting untuk diperhatikan, mengingat dampaknya yang luas terhadap kualitas hidup individu. Stunting tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik, tetapi juga dapat mengganggu perkembangan kognitif anak, yang berdampak pada prestasi akademik di kemudian hari.

Sebagian ibu mungkin merasa ragu untuk segera mengambil tindakan saat mengetahui anaknya mengalami kondisi bibir sumbing. Rasa cemas dan khawatir terhadap risiko operasi sering kali menghalangi mereka. Namun, penting bagi para orangtua untuk memahami bahwa penanganan yang cepat dapat mencegah masalah yang lebih serius di masa depan. Sebab, jika dibiarkan, anak-anak dengan bibir sumbing dapat menghadapi beragam tantangan dalam kehidupan, termasuk masalah sosial dan psikologis yang sudah pasti mempengaruhi kualitas hidup mereka.

Akhirnya, penting untuk lebih mengedukasi masyarakat tentang pentingnya deteksi dini dan penanganan bibir sumbing, terutama bagi orang tua dan pengasuh anak. Melalui kesadaran dan pemahaman yang lebih baik, diharapkan anak-anak yang mengalami kondisi ini dapat menikmati masa tumbuh kembang yang lebih sehat dan optimal.

Exit mobile version