5 Alasan Mengapa Makin Banyak Orang Menjadi Ateis di Seluruh Dunia

Dalam beberapa tahun terakhir, diskusi mengenai ateisme semakin meningkat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Mahkamah Konstitusi Indonesia baru-baru ini menolak uji materi yang meminta pengakuan resmi bagi warga negara yang tidak beragama, membuka kembali perdebatan tentang eksistensi pandangan non-agamis di ruang publik. Di level global, perubahan ini turut memicu pertanyaan: mengapa makin banyak orang beralih menjadi ateis? Berikut adalah lima alasan utama yang menjadi penyebab fenomena ini.

Pertama, menurunnya pengaruh agama dalam sosialisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Anna Strhan dari University of York menunjukkan bahwa generasi muda saat ini cenderung tumbuh tanpa pendidikan agama yang kuat. Banyak keluarga modern memandang agama sebagai pilihan pribadi, bukan lagi kewajiban sosial. Hal ini terlihat jelas di Inggris, di mana hanya sekitar separuh populasi yang masih menyatakan kepercayaan kepada Tuhan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak individu yang mulai menolak norma budaya yang didasarkan pada ajaran agama.

Kedua, humanisme dan sains sebagai alternatif keyakinan. Peningkatan populasi ateis juga dipicu oleh munculnya nilai-nilai humanis yang menekankan kebebasan individu, rasionalitas, dan keadilan sosial. Di sekolah-sekolah, penekanan pada sains dan pemikiran kritis membuka peluang bagi generasi muda untuk membandingkan pandangan agama dengan teori ilmiah. Seorang siswa di Inggris mengungkapkan bahwa ia lebih percaya pada teori ilmiah dibandingkan pada konsep ketuhanan yang dianggapnya sebagai mitos. Ini menunjukkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh signifikan dalam membentuk cara berpikir kaum muda.

Ketiga, urbanisasi dan keberagaman budaya berdampak pada pola pikir masyarakat. Di perkotaan, keberadaan berbagai keyakinan mendorong individu untuk mempertanyakan norma-norma tradisional. Callum Brown, peneliti di bidang ini, menyatakan bahwa nilai-nilai humanis seperti kesetaraan gender dan hak asasi manusia mulai menggantikan norma-norma yang berakar pada agama. Lebih lanjut, kota-kota besar menjadi tempat berkembangnya nilai-nilai modern ini, menjadikan agama bukan satu-satunya acuan dalam menentukan moralitas.

Keempat, akses informasi yang semakin mudah lewat internet menjadi salah satu pemicu. Platform seperti YouTube dan Reddit saat ini menjadi sarana bagi individu yang meragukan agama untuk mengeksplorasi dan berdiskusi. Menurut Lois Lee, seorang dosen di University of Kent, media sosial menyediakan ruang untuk menemukan komunitas yang sejalan dengan pemikiran non-agamis. Di era digital, argumen-argumen ateis yang sulit diakses sebelumnya kini menjadi lebih mudah diketahui melalui karya-karya tokoh seperti Richard Dawkins dan Christopher Hitchens.

Kelima, generasi muda lebih memilih rasionalitas dan kebebasan. Gen Z, yang dikenal dengan pemikiran kritisnya, cenderung mengutamakan kebebasan untuk memilih keyakinan. Mereka lebih suka menjawab pertanyaan eksistensial dengan pendekatan berbasis fakta daripada menerima doktrin agama tanpa bukti. Hal ini terlihat dari pernyataan seorang siswa di Inggris, yang mengungkapkan ketidakpercayaannya terhadap Tuhan karena tidak melihat bukti nyata akan keberadaan-Nya.

Fenomena meningkatnya populasi ateis di dunia bukan hasil dari satu faktor tunggal, melainkan kombinasi dari penurunan pendidikan agama, pengaruh sains dan humanisme, urbanisasi, akses informasi digital, serta nilai-nilai modern yang mengedepankan rasionalitas. Para ahli memperkirakan bahwa tren ini akan terus berlanjut, terutama di masyarakat yang semakin beragam. Seperti yang diungkapkan Callum Brown, nilai-nilai humanisme dan ateisme sedang membentuk kerangka moral baru bagi dunia yang terus berubah.

Exit mobile version