Kurangnya aktivitas seksual ternyata dapat menimbulkan dampak serius bagi kesehatan fisik dan mental individu. Sejumlah pakar kesehatan memperingatkan bahwa fenomena ini bukan hanya merugikan dalam aspek emosional, melainkan juga dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, termasuk stres, depresi, dan bahkan kematian. Dalam sebuah wawancara dengan Dr. Sham Singh, seorang psikolog dan spesialis kesehatan seksual, terungkap bahwa kurangnya aktivitas seksual dapat mengakibatkan kecemasan dan suasana hati yang tidak stabil.
“Ketika seseorang menekan dorongan seksual tanpa cara alternatif untuk meredakan stres, mereka berisiko lebih tinggi mengalami iritabilitas dan gangguan suasana hati,” kata Dr. Singh. Aktivitas seksual berfungsi untuk merilis endorfin dan oksitosin, dua zat kimia yang terbukti mampu mengurangi rasa sakit serta meningkatkan perasaan bahagia. Menurutnya, kadar endorfin dalam tubuh bisa meningkat hingga 200 persen saat seseorang berhubungan seksual.
Dampak negatif dari kurangnya seks tidak hanya berhenti pada kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang tidak aktif secara seksual juga cenderung mengalami masalah fisik, seperti ketegangan otot dan kesulitan berkonsentrasi. Mereka juga lebih mungkin mengalami gangguan tidur dan sering kali mengalami perubahan pola makan. Fluktuasi hormon, seperti testosteron, estrogen, dan kortisol, berperan besar dalam perubahan ini. “Abstain dalam jangka panjang mempengaruhi tingkat energi serta pola tidur, yang sangat mengganggu kesejahteraan secara keseluruhan,” tambah Dr. Singh.
Suatu studi yang dilakukan terhadap 4.000 partisipan selama pandemi menunjukkan bahwa mereka yang aktif secara seksual memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang memilih tidak berhubungan seksual. Penelitian ini menegaskan bahwa aktivitas seksual berkontribusi pada pengurangan stres.
Data terbaru dari sebuah tinjauan penelitian yang diterbitkan di Journal of Sexual Medicine menunjukkan hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dan frekuensi aktivitas seksual individu. Penelitian ini menemukan bahwa wanita yang tidak aktif secara seksual (kurang dari sekali dalam seminggu) memiliki risiko kematian 70 persen lebih tinggi dalam lima tahun ke depan dibandingkan dengan wanita yang aktif.
Penelitian dari University of Pennsylvania juga menunjukkan bahwa wanita yang mengalami penurunan aktivitas seksual memiliki kadar protein tertentu yang lebih tinggi, yang berhubungan dengan peradangan. Peradangan dapat merusak sel dan organ tubuh, yang meningkatkan risiko berbagai penyakit serius. Sementara itu, wanita yang aktif secara seksual menunjukkan kadar protein yang lebih rendah, menciptakan dampak positif pada kesehatan mereka.
Beberapa dampak kurangnya aktivitas seksual yang perlu diperhatikan termasuk:
- Peningkatan Stres dan Kecemasan: Risiko lebih tinggi mengalami masalah emosional seperti kecemasan.
- Gangguan Kesehatan Fisik: Rentan mengalami ketegangan otot atau kesulitan berkonsentrasi.
- Masalah Tidur: Sulit tidur nyenyak akibat fluktuasi hormon.
- Kesehatan Jangka Panjang: Risiko kematian lebih tinggi, khususnya pada wanita yang tidak aktif secara seksual.
Menanggapi temuan ini, penting untuk menyadari bahwa menjaga kesehatan seksual sama pentingnya dengan kesehatan fisik dan mental lainnya. Aktivitas seksual yang sehat dan memadai dapat berkontribusi besar terhadap kesejahteraan individu, mengurangi risiko berbagai masalah kesehatan yang mungkin muncul akibat kurangnya aktivitas seksual. Konsultan kesehatan mendorong individu untuk tetap aktif dalam kehidupan seksual mereka sebagai bagian dari strategi menjaga kesehatan secara keseluruhan.