Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengungkapkan kemungkinan untuk mempertimbangkan kembali keanggotaan AS di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sebuah acara di Las Vegas pada 25 Januari 2025. Pernyataan ini mengejutkan banyak pihak, terutama mengingat keputusan sebelumnya yang membawa AS keluar dari organisasi kesehatan global tersebut. Trump menjelaskan bahwa alasan utama di balik keluarnya Amerika Serikat adalah ketidakpuasan terkait ketimpangan kontribusi keuangan yang dianggap tidak adil antara AS dan negara-negara lain, khususnya China.
“Sebelumnya, kami merasa dieksploitasi oleh WHO. Tetapi mungkin kami akan mempertimbangkan kembali (bergabung dengan WHO),” kata Trump, sebagaimana dikutip oleh media setempat. Pernyataan ini membangkitkan perdebatan mengenai peran dan kontribusi yang diperoleh AS dalam WHO dan efektivitas organisasi tersebut dalam menangani krisis kesehatan global.
Dalam acara tersebut, Trump lebih lanjut menekankan perbedaan mencolok antara kontribusi dana yang diberikan oleh AS dan China. Amerika Serikat membayar sekitar 500 juta dolar AS (sekitar Rp8 triliun) kepada WHO setiap tahun, sedangkan China, sebagai negara dengan populasi yang jauh lebih besar, hanya berkontribusi 39 juta dolar AS. “Organisasi Kesehatan Dunia mengeksploitasi kami. Semua pihak memanfaatkan Amerika Serikat, dan itu tak akan terjadi lagi,” tegas Trump, menunjukkan ketidakpuasannya terhadap dinamika keuangan yang ada.
Kritik terhadap WHO bukanlah hal baru di kalangan pemimpin dunia, namun pernyataan Trump mencerminkan pandangan yang lebih agresif terhadap apa yang dianggapnya ketidakadilan dalam pembayaran. Di tengah pandemi COVID-19 yang masih membayangi, diskusi tentang siapa yang membayar untuk layanan kesehatan global menjadi semakin relevan.
Selain fokus pada WHO, Trump juga memberikan perhatian pada hubungan ekonomi AS dengan Arab Saudi. Dia yakin bahwa kerajaan itu dapat menaikkan investasi hingga 1 triliun dolar AS (sekitar Rp16.200 triliun) dalam waktu dekat. Ia mencatat bahwa keuntungan yang besar ini kemungkinan akan berdampak positif bagi kedua negara. “Apa artinya uang sebanyak itu bagi Arab Saudi? Tidak ada. Anda tahu dari mana mereka mendapat uangnya, bukan? Dari emas cair,” ujarnya, merujuk pada kekayaan yang dimiliki Arab Saudi berkat minyak.
Sebelumnya, Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, juga telah mengungkapkan komitmennya untuk meningkatkan investasi hingga 600 miliar dolar AS (sekitar Rp9.700 triliun) dalam empat tahun mendatang. Namun, Trump optimis bahwa nilai investasi tersebut bisa lebih besar lagi jika ada kesepakatan baru antara kedua negara.
Dalam konteks ini, Trump menunjukkan kemampuannya untuk menarik perhatian publik sekaligus memposisikan AS dalam perdebatan global mengenai peran organisasi internasional dan kontribusi dana dari negara-negara anggota. Hubungan antara AS dan WHO serta negara-negara mitra lainnya menjadi kunci dalam pembentukan kebijakan luar negeri yang lebih efektif.
Sebagai informasi tambahan, selama masa jabatannya pertama (2017-2021), Trump sempat melakukan kunjungan luar negeri pertama ke Arab Saudi, menandakan eratnya hubungan kedua negara. Kini, setelah terpilih untuk masa jabatan kedua, ia menyatakan akan kembali mengunjungi Arab Saudi jika negara tersebut bersedia membeli produk AS senilai 500 miliar dolar AS.
Pernyataan Trump menegaskan bahwa isu-isu keadilan dalam kontribusi keuangan dan hubungan ekonomi yang saling menguntungkan tetap menjadi prioritas utama dalam agenda global AS. Dalam masa yang penuh ketidakpastian ini, langkah yang diambil Trump terkait WHO dan kemitraan ekonominya dengan Arab Saudi akan berpotensi berdampak besar terhadap kebijakan luar negeri AS di masa mendatang.