Kelangkaan telur ayam yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dalam beberapa waktu belakangan telah mengakibatkan lonjakan harga hingga 160% dibandingkan tahun 2019. Fenomena ini membuat pasar telur ayam menjadi semakin ketat, bahkan beberapa supermarket terpaksa membatasi pembelian telur untuk pelanggan. Satu langkah yang diambil oleh banyak warga AS sebagai respons terhadap krisis ini adalah beralih untuk beternak ayam di rumah.
Berry, seorang peternak ayam di wilayah Phoenix, melaporkan bahwa penjualan ayam ternaknya meningkat dua kali lipat, dan dia berharap dapat mencapai tiga kali lipat ke depan. “Saat ini, kami menjual lebih dari 100 ekor ayam setiap minggu,” ungkapnya. Menariknya, saat persediaan telur masih melimpah, dia membutuhkan waktu 2 hingga 3 minggu untuk menjual ayam-ayam tersebut.
Kenaikan harga telur ayam ini juga telah menarik perhatian banyak warga. Salah seorang pembeli, Arturo Becerra, membeli 10 ekor ayam seharga US$ 400 dan menambahkan US$ 20 untuk pakan selama sebulan. “Saya memiliki lahan yang cukup. Ternak ayam untuk telur jelas jauh lebih hemat biaya,” ujarnya, seraya menekankan bahwa beternak menjadi solusi yang lebih ekonomis untuk memenuhi kebutuhan telur keluarganya.
Beberapa daerah di Texas bahkan telah mengizinkan warga untuk memelihara ayam di rumah, asalkan memenuhi peraturan kesehatan yang berlaku. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) juga telah mengeluarkan pedoman keselamatan untuk individu yang tertarik untuk memelihara ayam. Ini menjadi alternatif yang disambut baik, terutama untuk warga yang memiliki lahan.
Tingkat kelangkaan yang tinggi telah mendorong tindakan kriminal. Pada 1 Februari 2025, lebih dari 100.000 telur ayam dicuri dari truk distribusi di Antrim, Pennsylvania, kejadian yang nilainya mencapai sekitar US$ 40.000. Di Seattle, seorang pencuri juga mengambil 500 butir telur ayam dari sebuah restoran. Kejadian-kejadian ini menunjukkan betapa tingginya permintaan terhadap telur ayam saat ini.
Kondisi ini tidak sepenuhnya tanpa harapan. Berry menambahkan bahwa sejumlah ayam baru kini sedang berkembang biak untuk menggantikan puluhan juta ayam yang mati akibat wabah penyakit. Namun, dia memperingatkan bahwa proses tersebut memerlukan waktu lama, sehingga sulit untuk segera mengatasi kelangkaan telur. “Saya perkirakan butuh waktu setidaknya dua hingga tiga bulan untuk keadaan kembali normal,” ujarnya.
Berikut adalah beberapa indikator yang menggambarkan situasi terkini terkait harga telur ayam di AS:
1. Lonjakan Harga: Kenaikan harga telur ayam mencapai 160% dibandingkan tahun 2019.
2. Pembelian Terbatas: Beberapa supermarket membatasi jumlah pembelian telur untuk pelanggan.
3. Peningkatan Penjualan Ayam: Peternak ayam melaporkan peningkatan penjualan hingga dua kali lipat.
4. Alternatif Beternak: Banyak warga, seperti Arturo Becerra, memilih untuk beternak ayam sebagai alternatif ekonomi.
5. Kriminalitas Terkait Telur: Beberapa kasus pencurian telur telah dilaporkan, mencerminkan tingginya permintaan.
Melihat bagaimana krisis harga telur ayam ini dapat mengubah perilaku masyarakat, tampaknya lebih banyak warga mungkin akan beralih ke beternak ayam sebagai langkah untuk mendapatkan pasokan telur yang lebih stabil dan terjangkau. Inisiatif ini tidak hanya membantu individu untuk menghemat biaya, tetapi juga bisa berkontribusi pada keberlangsungan pasokan telur di masyarakat. Permintaan dan penawaran yang tidak seimbang di pasar telur ayam, baik di supermarket ataupun di tingkat peternakan pribadi, tampaknya akan terus berlanjut hingga ada solusi yang lebih tetap untuk mengatasi kelangkaan ini.