Jakarta, Podme.id – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memberikan perhatian serius terhadap komposisi Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Dalam analisisnya, Indef menilai bahwa pembentukan kabinet yang dianggap gemuk ini berseberangan dengan tren global, di mana banyak negara justru memilih untuk merampingkan jumlah kementerian guna mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan efisiensi birokrasi.
Ahmad Badawi Saluy, guru besar Universitas Paramadina, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa keberadaan kabinet yang terlalu banyak dapat menghambat pengambilan keputusan strategis. "Setiap rapat kabinet seringkali menyerupai seminar nasional, alih-alih forum yang memberikan keputusan cepat dan efisien. Waktu yang terbatas bagi presiden akan membuat proses pengambilan keputusan semakin rumit," ucapnya dalam keterangannya pada 28 Februari 2025.
Badawi mencatat bahwa ada sejumlah negara yang telah mengambil langkah untuk merampingkan struktur kementerian mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, Argentina dan Vietnam telah mengambil inisiatif serupa. Misalnya, setelah dilantik pada bulan Desember 2023, Presiden Argentina Javier Milei memangkas jumlah kementerian dari 21 menjadi hanya 11. Langkah ini bertujuan untuk menyederhanakan birokrasi dan meningkatkan pelayanan publik.
Berikut adalah informasi singkat tentang beberapa negara yang berhasil merampingkan kabinet mereka:
- Argentina: Mengurangi jumlah kementerian dari 21 menjadi 11 setelah pemilihan presiden.
- Vietnam: Merencanakan pengurangan kementerian dari 30 menjadi 21 untuk memperkuat kinerja kabinet dan daya saing.
- Amerika Serikat: Mantan Presiden Donald Trump membentuk Departemen Efisiensi Pemerintah yang dipimpin oleh Elon Musk untuk meningkatkan efisiensi birokrasi.
Sementara itu, Badawi juga memberikan perhatian pada kondisi industri di dalam negeri. Pasca pandemi COVID-19, Purchasing Manager Index (PMI) industri manufaktur Indonesia menunjukkan stagnasi pada tahun 2020. Meskipun pada tahun 2024 ada tren peningkatan, tahun 2025 justru menunjukkan penurunan, yang bisa menjadi indikasi masalah bagi sektor industri nasional.
"Permasalahan ini menunjukkan adanya kesenjangan pertumbuhan pada sektor tenaga kerja yang seharusnya bisa berkontribusi lebih besar terhadap industri pengolahan. Sayangnya, sektor ini belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal dibandingkan dengan sektor pertanian," jelasnya.
Dia juga menambahkan bahwa terdapat kebutuhan mendesak akan kebijakan yang mendorong optimalisasi industri yang padat karya, khususnya karena beberapa sektor industri seperti tekstil sedang mengalami tantangan berat.
Pengamatan Indef menjadi refleksi penting bagi pemerintah dalam menyikapi kebutuhan akan efisiensi, terutama di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi. Dengan kabinet yang gemuk, pengambilan keputusan bisa terhambat, sehingga penting bagi pemerintah untuk menyesuaikan struktur kabinetnya agar lebih responsif terhadap dinamika yang ada, terutama dalam menghadapi tantangan global.
Pemerintah diharapkan dapat merespons kebutuhan akan efisiensi dan memperkuat koordinasi antar kementerian, agar stabilitas dan pertumbuhan ekonomi bisa tercapai dengan lebih baik. Indef berharap kebijakan yang lebih strategis dapat segera diterapkan guna mendukung kemajuan di sektor industri dan tenaga kerja, yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional di masa mendatang.