Maraknya penggunaan gadget di kalangan anak-anak kini melahirkan fenomena baru yang mengkhawatirkan, yaitu "myopia booming" atau ledakan kasus rabun jauh. Menurut data yang diungkapkan oleh Yanuar Rezqi, General Manager Sales, Marketing, dan Customer Experience Optik Kasoem, situasi ini telah menjadi kenyataan, khususnya di Indonesia. Yanuar menekankan bahwa semakin banyak anak, bahkan yang masih berusia taman kanak-kanak (TK), yang diidentifikasi mengalami mata minus.
"Temuan adanya myopia booming ini menunjukkan bahwa banyak anak kecil mengalami peningkatan angka minus pada penglihatan mereka, akibat paparan gadget yang berlebihan. Ini menjadi tantangan besar yang perlu kita hadapi," ungkap Yanuar dalam acara peluncuran Kasoem Plus 2.0 di Jakarta Selata.
Fenomena ini disetujui oleh Fitri Isdarwanti, seorang Refractionist Optician dari Kasoem Vision Care, yang menyatakan bahwa anak-anak balita dengan masalah penglihatan mulai terlihat semakin sering. Dalam beberapa minggu terakhir, Fitri mencatat bahwa anak-anak yang berusia tujuh tahun, yang akan memasuki sekolah dasar, banyak yang mengalami gangguan penglihatan miopia. “Bahkan, beberapa dari mereka telah memiliki minus hingga 2 di usia yang sangat muda," tuturnya.
Miopi atau rabun jauh adalah kondisi di mana objek yang jauh terlihat kabur sementara objek yang dekat dapat terlihat jelas. Kenaikan angka miopia pada anak-anak ini sangat memprihatinkan, terutama karena kondisi ini memengaruhi proses belajar mereka. Banyak anak yang tidak dapat melihat papan tulis dari jarak jauh, membuat mereka kesulitan mengikuti pelajaran di kelas.
Berbagai faktor penyebab jumlah miopia yang semakin meningkat di kalangan anak-anak telah diidentifikasi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
-
Penggunaan Gadget yang Berlebihan: Anak-anak yang sering terpapar gadget, seperti ponsel atau tablet, berisiko tinggi mengalami gangguan penglihatan. Fitri menyatakan bahwa banyak orang tua mengakui bahwa anak mereka menghabiskan waktu tidak terkontrol tanpa pengawasan.
-
Faktor Genetik: Meski teknologi dan gadget menjadi penyebab utama, ada juga faktor genetik yang berperan dalam perkembangan miopia. Namun, menurut Fitri, reaksi dari penggunaan gadget terlihat lebih dominan dibandingkan faktor keturunan.
-
Kurangnya Aktivitas Luar Ruangan: Anak yang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan, berinteraksi dengan gadget, mengurangi kesempatan mereka untuk melakukan aktivitas fisik di luar ruangan yang dapat berkontribusi pada kesehatan mata yang lebih baik.
- Kurangedukasi tentang Kesehatan Mata: Banyak orang tua dan pengasuh tidak menyadari gejala awal miopia pada anak, sehingga mengakibatkan keterlambatan dalam diagnosa dan penanganan.
Fitri mengingatkan pentingnya bagi orang tua untuk lebih peka terhadap tanda-tanda gangguan penglihatan pada anak. "Jika anak menunjukkan gejala seperti menyipitkan mata saat melihat jauh atau kesulitan membaca, itu adalah tanda untuk segera memeriksakan penglihatannya," tegasnya.
Sebagai solusi, teknologi terbaru seperti Kasoem Plus 2.0 memungkinkan orang tua untuk melakukan skrining awal gangguan mata. Dengan aplikasi ini, orang tua dapat mendapatkan informasi tentang indikasi gangguan penglihatan melalui pertanyaan mengenai kebiasaan aktivitas anak, baik di dalam maupun di luar ruangan.
"Semakin dini kita menangani masalah penglihatan, semakin baik untuk masa depan anak-anak. Kami merekomendasikan agar kacamata menjadi bagian dari pengobatan, terutama bagi anak prasekolah yang sudah menunjukkan gejala," jelas Fitri.
Fenomena "myopia booming" di kalangan anak-anak adalah tantangan yang harus dihadapi oleh semua pihak, baik orang tua, pendidik, maupun penyedia layanan kesehatan mata. Upaya penyuluhan dan pengawasan penggunaan gadget perlu ditingkatkan untuk mencegah meningkatnya kasus rabun jauh yang bisa berdampak pada kualitas hidup anak-anak di masa depan.