Legislator PKS Tantang Distribusi Gas LPG 3 Kilogram di Jakarta

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Ade Suherman, memunculkan pertanyaan penting terkait sistem distribusi gas LPG bersubsidi di Jakarta. Dalam situasi saat ini, seharusnya distribusi gas LPG tidak menghadapi masalah, terutama dengan jumlah pangkalan LPG yang ada di Jakarta yang mencapai 5.100 unit. Data tersebut diambil dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI yang menunjukkan bahwa jumlah pangkalan ini hampir dua kali lipat dari jumlah Rukun Warga (RW) yang ada di ibu kota.

Ade Suherman menegaskan, dengan jumlah pangkalan yang cukup banyak, seharusnya kebutuhan masyarakat akan LPG 3 kilogram dapat terpenuhi dengan baik. Namun, kenyataannya, kelangkaan dan antrean panjang masih terjadi di berbagai lokasi. "Apakah distribusi sudah menggunakan data yang presisi? Seharusnya distribusi LPG 3 kilogram cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi tetap terjadi kelangkaan dan antrean panjang," ujarnya dalam keterangannya yang disampaikan pada Selasa (11/2/2025).

Kondisi ini mengindikasikan adanya masalah dalam sistem distribusi LPG. Ade mempertanyakan apakah ada penyalahgunaan subsidi atau kendala dalam penyaluran, yang menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem yang ada. Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyaluran LPG mencakup:

  1. Efektivitas Data Distribusi: Pentingnya penggunaan data yang akurat dan terkini untuk merencanakan distribusi.

  2. Pengawasan Penyaluran: Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap penyaluran LPG untuk mencegah penyalahgunaan subsidi yang mungkin terjadi.

  3. Antisipasi Ketersediaan: Pemprov DKI telah mengajukan operasi pasar LPG 3 Kg dan berkoordinasi dengan Pertamina dan Hiswana Migas untuk memastikan distribusi berjalan optimal.

Namun, Ade menekankan bahwa solusi jangka panjang juga sangat dibutuhkan. Dia mengusulkan beberapa langkah strategis untuk mengatasi ketergantungan pada LPG, terutama LPG 3 kilogram yang sering kali menyebabkan antrean panjang. Beberapa usulan tersebut meliputi:

  1. Pembangunan Jaringan Gas Rumah Tangga: Mendorong percepatan pembangunan jaringan gas rumah tangga untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap LPG.

  2. Optimalisasi Energi Terbarukan: Mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan, seperti pemasangan solar panel di gedung-gedung pemerintah maupun swasta, untuk transisi menuju green economy.

  3. Dorongan Beralih ke Energi Bersih: Menyadari bahwa saat ini hanya 1,28 persen rumah tangga di Jakarta menggunakan listrik untuk memasak, Ade menekankan perlunya lebih banyak warga yang beralih ke energi bersih demi kelestarian lingkungan.

Lebih lanjut, Ade mengungkapkan bahwa untuk mencapai cita-cita Jakarta sebagai kota global pada tahun 2045, infrastruktur energi harus ditingkatkan. "Jakarta ini menargetkan menjadi kota global di 2045, tapi bagaimana bisa disebut kota global kalau warganya masih harus antre gas melon? Infrastruktur gas rumah tangga harus menjadi prioritas agar kita tidak terus bergantung pada subsidi LPG, termasuk untuk rumah susun," ujarnya.

Ade Suherman mengingatkan bahwa masyarakat membutuhkan kepastian atas pasokan energi, bukan hanya sekedar janji-janji pemerintah. Dengan berbagai masalah yang muncul dalam distribusi LPG, dia menekankan perlunya langkah konkret untuk memperbaiki sistem distribusi gas dan mendorong penerapan sumber energi alternatif yang lebih berkelanjutan. Sementara itu, Pemprov DKI harus tetap tanggap dan berusaha untuk mengatasi setiap kendala yang muncul dalam pasokan gas untuk memenuhi kebutuhan warga.

Exit mobile version