Sejak sembilan tahun silam, 9 Maret dirayakan sebagai Hari Musik Nasional. Pada Hari Musik Nasional tahun ini, Shindu's Scoop merilis wawancara dengan Profesor Tjut Nyak Deviana, seorang pedagog yang pernah menjadi rektor perguruan tinggi musik di Jerman, dan turut menyusun kurikulum pendidikan tinggi musik di Jerman dan Swiss.
Kami mengarsipkan perspektif Prof. Deviana dalam membaca musik di Indonesia hari ini. Selama lebih dari satu jam, kami membahas persoalan plagiarisme yang mendarah daging, pendidikan yang semrawut, sampai korelasi musik dengan astrologi.
Apa yang disampaikan Prof. Deviana patut dimaknai sebagai autokritik, melihat balok besar di pelupuk mata kita, yang mungkin seringkali kita abaikan dan semakin lama kita anggap sebagai sesuatu yang wajar meski kita tahu itu salah.
Sejak sembilan tahun silam, 9 Maret dirayakan sebagai Hari Musik Nasional. Pada Hari Musik Nasional tahun ini, Shindu's Scoop merilis wawancara dengan Profesor Tjut Nyak Deviana, seorang pedagog yang pernah menjadi rektor perguruan tinggi musik di Jerman, dan turut menyusun kurikulum pendidikan tinggi musik di Jerman dan Swiss.
Kami mengarsipkan perspektif Prof. Deviana dalam membaca musik di Indonesia hari ini. Selama lebih dari satu jam, kami membahas persoalan plagiarisme yang mendarah daging, pendidikan yang semrawut, sampai korelasi musik dengan astrologi.
Apa yang disampaikan Prof. Deviana patut dimaknai sebagai autokritik, melihat balok besar di pelupuk mata kita, yang mungkin seringkali kita abaikan dan semakin lama kita anggap sebagai sesuatu yang wajar meski kita tahu itu salah.
Artikel album terbaik selalu menarik dibahas tiap tahun. Menimbulkan pro dan kontra, sekaligus polemik di kalangan penggemar musik. Di Indonesia sendiri, beberapa media cukup rutin merilis daftar album terbaik pada akhir tahun. Sebagai bentuk kanonisasi, apresiasi, sekaligus penanda zaman. Publikasi media tentang album terbaik tak jarang mengundang tanya, tentang apa saja parameter yang digunakan tiap redaksi, proses kurasi, dan lain sebagainya. Untuk itu, Shindu's Scoop menghadirkan enam jurnalis, yang mayoritas dari mereka terlibat dalam proses penentuan album terbaik pada medianya masing-masing. Mereka adalah jurnalis dari Detikcom, portal CNN Indonesia, harian Kompas, Agordiclub, kontributor Vice Indonesia, dan Pop Hari Ini. Para jurnalis ini menceritakan proses kurasi, hingga alasan mereka memilih album apa saja yang menurut media mereka layak dilabeli "terbaik".
David Bayu, vokalis Naif, menyempatkan waktu untuk berbincang dengan kami. Menjelaskan kabar terbaru dari Naif, membahas tentang rencananya melanjutkan karier solo, mengenang hal-hal konyol yang selalu mengundang tawa, dan cerita di balik lagu-lagu Naif.
Belakangan, Naif kembali jadi perbincangan. Band berusia seperempat abad ini mendadak tak aktif lagi di media sosial, tanpa rilisan baru sejak terakhir kali merilis album "7 Bidadari" pada 2017, dan tak menggelar penampilan apapun - terutama panggung virtual. Beragam tanya muncul di kepala, apa yang sebenarnya terjadi pada band terhormat ini?
David Bayu, vokalis Naif, menyempatkan waktu untuk berbincang dengan kami. Menjelaskan kabar terbaru dari Naif, membahas tentang rencananya melanjutkan karier solo, mengenang hal-hal konyol yang selalu mengundang tawa, dan cerita di balik lagu-lagu Naif.
Tidak banyak musisi yang dikenang sebagai legenda, dan bahkan meninggalkan warisan karya yang terus dirayakan dan menjadi bagian penting dalam sejarah musik Indonesia.
KLa Project adalah sedikit dari grup musik yang mampu merasakan bagaimana karyanya abadi, dan bahkan salah satu lagunya, "Yogyakarta", menjadi lagu bertema kota paling monumental yang pernah ditulis musisi Indonesia.
Meski tanpa kehadiran Katon, gitaris Lilo dan keyboardist Adi penuh antusias menceritakan secuplik karya besar dan perjalanan mereka.
Bagaimana lagu Yogyakarta, Tak Bisa Pindah ke Lain Hati, atau Gerimis tercipta? Dan bagaimana KLa Project selama lebih dari tiga dekade bertahan, meski sempat mengalami perpecahan?
Saksikan pula penampilan @kla_project di @metrotv dalam program Konser Back to The 90's, yang akan tayang pada Jumat, 26 Februari 2021, pukul 20.05 WIB.
Setiap lagu di Album Badai Pasti Berlalu memiliki kekuatan tersendiri. Total, ada 13 lagu yang tercipta. Diantaranya, "Angin Malam", Khayalku", “Cintaku", “Badai Pasti Berlalu", “Semusim", “Pelangi", hingga “Merepih Alam".
Namun proses pembuatan lagu tersebut bukan tanpa kendala. Dari berbagai kesulitan tersebut lahirlah album yang disebut-sebut sebagai tonggak musik pop Tanah Air.
Album "Badai Pasti Berlalu" yang dirilis pada 1977 dianggap banyak kritikus dan media sebagai album Indonesia terbaik sepanjang masa. Seperti karya-karya besar lain, album "Badai Pasti Berlalu" menyimpan sejumlah kisah dramatis. Termasuk perselisihan yang terjadi antara para kreator album ini.
Dalam episoden Shindu's Scoop kali ini, Eros Djarot menceritakan secara lugas bagaimana proses lahirnya Album Badai Pasti Berlalu
Sepertinya tak lengkap jika membicarakan Dewa Budjana tanpa menyinggung soal Gigi. Dan sepertinya tak berlebihan juga, jika menggap Dewa Budjana sebagai ruh band yang yang berusia 26 tahun ini. Namun tanpa disangka, Dewa Budjana pun nyaris ‘bercerai’ dengan Gigi.
Selain di Gigi, Dewa Budjana menjadi sosok yang diperhitungkan di dunia internasional. Dalam album-album solo, Budjana seperti membentuk "supergroup" tingkat dunia. Album Mahandini contohnya, Budjana menggandeng keyboardist Dream Theater (Jordan Rudess), drummer asal Jerman Marco Minemann, bassist Mohini Dey asal India yang tengah mendominasi berbagai festival jazz internasional, serta gitaris Red Hot Chili Peppers (John Frusciante).
Tradisi Dewa Budjana melibatkan musisi kelas dunia berlanjut hingga ke proyek terbarunya. Dia mengajak Simon Phillips yang pernah menjadi drummer untuk Toto dan The Who mengerjakan album yang akan dirilis pada 2021.
Sepertinya tak lengkap jika membicarakan Dewa Budjana tanpa menyinggung soal Gigi. Dan sepertinya tak berlebihan juga, jika menggap Dewa Budjana sebagai ruh band yang yang berusia 26 tahun ini. Namun tanpa disangka, Dewa Budjana pun nyaris ‘bercerai’ dengan Gigi.
Selain di Gigi, Dewa Budjana menjadi sosok yang diperhitungkan di dunia internasional. Dalam album-album solo, Dewa Budjana seperti membentuk "supergroup" tingkat dunia. Album Mahandini contohnya, Dewa Budjana menggandeng keyboardist Dream Theater (Jordan Rudess), drummer asal Jerman Marco Minemann, bassist Mohini Dey asal India yang tengah mendominasi berbagai festival jazz internasional, serta gitaris Red Hot Chili Peppers (John Frusciante).
Tradisi Dewa Budjana melibatkan musisi kelas dunia berlanjut hingga ke proyek terbarunya. Dia mengajak Simon Phillips yang pernah menjadi drummer untuk Toto dan The Who mengerjakan album yang akan dirilis pada 2021.
Kendati nyaris bubar, ternyata karya band asal Bandung ini telah berlabuh ditelinga warga Korea Selatan. Beberapa lagu @moccaofficial ternyata sudah dijadikan soundtrack film dan iklan di Korea Selatan.
Bergeser sedikit ke negeri Sakura, MoccA sempat menandatangani kontrak dengan salah satu indie records di Jepang, Excellent Records, untuk mengisi satu lagu dalam album yang format rilisannya adalah kompilasi book set (3 Set) yang berjudul "Pop Renaisance"
Di Tanah Air sendiri, band yang mengusung musik swing, bossa nova, pop dan jazz ini tak bisa dilepaskan dari siklus kebangkitan indie di Tahun 2000-an awal.
Peluncuran album bertajuk "My Diary" (2002) meledak di pasaran. "Secret Admirer" dan "Me and My Boyfriend" menjadi hits di mana-mana.
Talk sampai di situ, video klip "Me and My Boyfriend" mendapat penghargaan sebagai "best video of the year" versi MTV Penghargan Musik Indonesia 2003.
Dan hingga saat ini MoccA masih tetap produktif berkarya, hal itu ditandai dengan peluncuran lagu terbaru MoccA,
berjudul Brand New Day", Jumat 20 November 2020.
Siapkan kuota tambahanmu friend untuk mendengarkan obrolan tak berjarak dan mendalam beraam host karismatik dan berkarakter @shindualpito