Jamrud punya kisah yang lebih panjang dari Surti dan Tejo. Sejak kemunculannya pertama kali, grup asal Cimahi ini hadir dengan gaya musik yang eksentrik. Bukan dari penampilan atawa musik yang unik, tapi karena lirik yang eksploratif dan tentu saja slebor.
Di industri musik Indonesia, Jamrud punya sejarah yang sulit dilampaui grup rock manapun. Menjual lebih dari 1,8 juta kopi album. Itu terjadi pada album terlaris mereka, Ningrat.
Ningrat bisa dibilang sebagai titik puncak pencapaian Jamrud dari segi industri dan musikalitas. Nyaris semua lagu dalam album itu jadi hit. Bahkan track penutup album itu, "Pelangi di Matamu" menurut Azis MS pernah ditawar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan harga berapapun.
Dalam episode kali ini, Shindu's Scoop membahas track demi track dalam album Ningrat dengan penulis utama lagu-lagu Jamrud, Azis MS. Obrolan kami juga melebar membahas bagaimana Jamrud lepas dari narkoba yang pernah merenggut jiwa dua personel mereka. Juga fakta ironi seputar royalti yang tak pernah mereka dapatkan dari mega hit "Selamat Ulang Tahun".
Bagi Ivanka, menggantikan posisi Bongky dalam tubuh Slank adalah sebuah beban yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Dalam bagian kedua ini, Iwan Fals bercerita tentang album terbarunya yang berjudul Pun Aku. Album ini menjadi penanda tersendiri dalam perjalanan karier Iwan Fals. Jika pada karya-karya terdahulunya Iwan Fals banyak terinspirasi orang-orang di sekitarnya (anak, dan istri), dalam album ini Iwan Fals menuangkan lebih banyak tentang dirinya sendiri.
Dalam kesempatan yang sangat baik ini, kami membahas apa saja, mencoba menjelajahi sudut-sudut pikiran sang legenda. Mulai dari film favorit Iwan Fals, pengalamannya jadi wartawan, renjana akan seni lukis, ketakutan dalam hidup, bagaimana melihat musisi hari ini, sampai kenakalan masa muda.
Dalam episode spesial 76 tahun usia Indonesia, Shindu's Scoop menggali jejak peradaban musik yang pernah ada di "Nusantara".
Musik diketahui sudah menjadi bagian penting dari peradaban "Nusantara" sejak ratusan tahun lalu. Hal itu terekam jelas pada relief-relief di Candi Borobudur. Fakta ini lantas digaungkan ke dunia lewat komunitas Sound of Borobudur, yang digagas salah satunya oleh musisi Trie Utami.
Dalam wawancara ini, Trie Utami menceritakan dari bukti-bukti yang mereka dapatkan dapat ditarik kesimpulan bahwa Borobudur adalah repositori terbesar musik dunia. Karena, sejauh ini tidak ditemukan bangunan atau prasasti yang se-zaman dengan Borobudur di seluruh dunia, yang menampilkan ratusan instrumen pada relief-reliefnya.
Sound of Borobudur juga melakukan rekonstruksi instrumen musik yang ditemukan pada relief Borobudur. Setelah melalui proses yang panjang, kemudian komunitas ini melakukan reinterpretasi “bahasa musik” dalam perspektif hari ini. Tak hanya sebatas soal musik, Sound of Borobudur juga menggali nilai-nilai kebudayaan masa lalu sebagai bagian dari memahami dan mengenal jati diri bangsa.
Dewa Budjana kembali melanjutkan perjalanan solonya lewat album Naurora. Meneruskan tradisi album-album sebelumnya, Budjana melibatkan sejumlah nama besar dunia, yaitu Simon Phillips (drummer Toto, The Who, Mick Jagger, Judast Priest, Jeff Beck), Dave Weckl (drummer Chic Corea electric band, Mike Stern), Jimmy Johnson (session bassist James Taylor, Allan Holdsworth), Ben Williams (bassist Pat Metheny), Carlitos Del Puerto ( bassist Chic Corea, Herbie Hancock, Quincy Jones, Bruce Springteen), Gary Husband (keys/drummer Allan Holdsworth, John Mc Laughlin, Level 42), Joey Alexander (piano prodigy), Mateus Asato, Imee Ooi (komposer/singer yang sangat dikenal untuk musik Budhis), dan Paul McCandless (pemain saksofon legendaris dari grup Oregon).
Nama-nama di atas sudah lebih dari cukup untuk mengejawantahkan bagaimana gagasan-gagasan musikal album yang disebut Budjana bermakna adanya keindahan (aurora) yang baru selepas badai yang kita sebut pandemi ini.
Naurora adalah penanda. Sebuah dendang akan harapan di tengah pagebluk yang panjang ini.
Dalam wawancara terbaru ini, Shindu's Scoop dengan mendalam mengupas tuntas album Naurora, mulai dari proses kreatif, pembahasan tiap lagu, sampai bagaimana awal Budjana melakukan penjajakan dengan nama-nama kolaborator di atas. Selain itu, Budjana juga bercerita bagaimana perjalanannya ke Gunung Lawu membawa banyak perspektif yang akhirnya menginspirasi sebagian besar musik dalam album Naurora.
Jamrud punya kisah yang lebih panjang dari Surti dan Tejo. Sejak kemunculannya pertama kali, grup asal Cimahi ini hadir dengan gaya musik yang eksentrik. Bukan dari penampilan atawa musik yang unik, tapi karena lirik yang eksploratif dan tentu saja slebor.
Di industri musik Indonesia, Jamrud punya sejarah yang sulit dilampaui grup rock manapun. Menjual lebih dari 1,8 juta kopi album. Itu terjadi pada album terlaris mereka, Ningrat.
Ningrat bisa dibilang sebagai titik puncak pencapaian Jamrud dari segi industri dan musikalitas. Nyaris semua lagu dalam album itu jadi hit. Bahkan track penutup album itu, "Pelangi di Matamu" menurut Azis MS pernah ditawar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan harga berapapun.
Dalam episode kali ini, Shindu's Scoop membahas track demi track dalam album Ningrat dengan penulis utama lagu-lagu Jamrud, Azis MS. Obrolan kami juga melebar membahas bagaimana Jamrud lepas dari narkoba yang pernah merenggut jiwa dua personel mereka. Juga fakta ironi seputar royalti yang tak pernah mereka dapatkan dari mega hit "Selamat Ulang Tahun".
Pada tahun ini Gigi memasuki usia 27 tahun. Mereka telah melewati banyak sekali peristiwa, baik dan buruk, yang dapat dialami oleh sebuah band. Dari perpecahan internal, popularitas, tur luar negeri, sampai hal-hal absurd seperti ancaman penculikan.
Siapapun sepakat menjaga keutuhan band sampai lebih dari seperempat abad tidak mudah. Dalam wawancara ini, Gigi menceritakan fragmen-fragmen perjalanan mereka menjadi salah satu grup pop-rock terbesar di Indonesia. Dari cerita nyaris menjadikan Once sebagai vokalis, panggung-panggung yang tak terlupakan, sampai tingkah laku konyol personel yang justru membuat mereka semakin rekat.
Simak wawancara Shindu Alpito bersama para personel Gigi, Armand Maulana, Dewa Budjana dan Gusti Hendy.
Bicara industri pertunjukan musik di Indonesia tentu tak bisa lepas dari sosok Adrie Subono. Selama lebih dari dua dekade Adrie membawa dampak besar pada industri musik di Indonesia. Beberapa konser atau festival musik yang diselenggarakan bahkan menjadi sejarah tersendiri dan sangat patut untuk diasripkan. Salah satu acara musik ikonik yang berhasil dibesut Adrie adalah festival bertajuk Jakarta Pop Alternatif, yang digelar di Plaza Timur Senayan, pada 1996. Festival itu mengundang Foo Fighters, Sonic Youth, dan Beastie Boys.
Dalam wawancara ini, Adrie bercerita banyak tentang artis-artis yang dia datangkan. Dari soal Foo Fighters diinapkan di Tanah Abang, Indonesia menjadi destinasi terjauh Bruno Mars di awal karier, dan kisah-kisah menarik dari belakang panggung.
Adrie, yang juga keponakan almarhum BJ Habibie, bercerita bagaimana hubungannya dengan sang paman. Termasuk impian Habibie membuat mesin komunikasi lintas dimensi, dan juga selera musik presiden ke-3 Republik Indonesia itu.
Pada 28 Mei 2021, Plataran menggelar konser bertajuk All-Star Legends Virtual Concert. Konser ini menghadirkan dua grup yang berisi para legenda musik Indonesia, yaitu The Gentlemen (Deddy Dhukun, Tony Wenas, Fariz RM, Mus Mujiono), dan The Rumpies, (Vina Panduwinata, Trie Utami, Memes, Yuni Shara, Ita Purnamasari). Konser virtual ini akan ditayangkan melalui kanal YouTube Plataran Indonesia dan DSS Music, pukul 18.30 WIB.
Shindu's Scoop berkesempatan untuk mewawancarai The Gentlemen, menguak kisah persahabatan empat sekawan ini. Mereka berempat sudah saling mengenal sejak usia muda. Bahkan persahabatan Fariz RM dan Deddy Dhukun terjalin saat mereka duduk di bangku SMA. Di balik karya-karya monumental yang telah mereka lahirkan, perkumpulan para legenda ini tak ubah seperti grup pertemanan kita semua, yang selalu dekat dengan humor, kenangan-kenangan tak terlupakan yang selalu sukses mengundang tawa bila dikisahkan kembali. Di samping itu, para legenda ini menyuratkan pada kita bahwa presistensi, konsistensi, dan tentu saja komitmen dalam berkarya adalah hal mutlak yang terus mereka jaga hingga detik ini. Tak peduli apapun tantangannya.
Dalam wawancara eksklusif ini, untuk pertama kalinya kepada media Emil Hussein menyatakan keluar dari band Naif. Emil juga mengatakan bukan hanya dirinya yang hengkang, keputusan keluar dari Naif juga diambil drummer Pepeng.
Wawancara ini juga membahas retrospeksi Emil bersama Naif. Persahabatan yang terjalin lebih dari dua dekade, kisah-kisah di belakang panggung, dan fakta menarik di balik lagu-lagu ciptaan Emil, antara lain "Air dan Api", "Nyali", dan "Karena Kamu Cuma Satu".