Ketika SMP, Soleh Solihun berkenalan dan jatuh hati dengan lagu-lagu Iwan Fals. Semenjak itu pula, muncul keinginannya untuk bisa menulis dan menyanyi. Hingga kemudian 'hanya' sebagai penulis lah titian jejak sang legenda yang sampai kini baru bisa ia turut tapaki.
Meskipun setelah menjadi penulis dan jurnalis sukses ia akhirnya berjumpa Iwan Fals, keinginannya untuk mewawancarai langsung sang idola tersebut belum dapat terwujud. Baru sebatas virtual melalui rekaman suara. Bahkan, sampai kini ketika nama Soleh makin melejit sebagai komika dan youtuber ternama.
Dan, saking kagumnya, ada satu buah karya Soleh yang terinspirasi Iwan Fals. Apakah itu?
Bagi Adek Berry, dedikasi pada profesi tidak mengurangi tanggung jawab pada suami dan dua anaknya yang beranjak remaja.
Meski demikian, kerap terjadi ketika dia sedang liburan bersama keluarga, tiba-tiba harus meninggalkan mereka karena ada penugasan mendadak dari tempatnya bekerja.
Ia bersyukur seluruh anggota keluarga memahami profesinya sebagai jurnalis foto yang setiap saat harus siap menerima penugasan liputan.
Selain berkisah tentang profesi dan keluarga, Adek Berry juga berbagi pengalaman meliput pandemi covid-19 mulai dari kasus pertama di Indonesia diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (2/3/2020) hingga saat ini.
Adek Berry adalah jurnalis foto yang kerap meliput peristiwa-peristiwa berisiko tinggi. Selain bencana dan konflik bersenjata di berbagai daerah, ia juga pernah bertugas di kancah perang Afganistan dan gempa di Pakistan.
Episode ini, Adek Berry menceritakan pengalaman saat liputan di wilayah berbahaya. Ia juga berkisah tentang dua sahabatnya, Shah Marai dan Sardar Ahmad, yang tewas di Afganistan.
23 tahun sudah ia memburu berita. Mulai dari konferensi dunia, olahraga, bencana, hingga konflik bersenjata. Tidak saja di Indonesia, juga di belahan dunia lainnya.
Sepanjang itulah ia melangkah dan akan terus melangkah merekam sejarah. Tidak lelah menggauli keluh kesah dan air mata, mengakrabi kegetiran sekaligus menyebarkan harapan.
Inilah kisah pengabdian seorang perempuan di garis depan.
Kehidupan Sahroni tidak selalu mudah, atau mewah. Untuk menyambung hidup, Sahroni sempat melakoni berbagai profesi, mulai dari tukang semir sepatu, ojek payung, tukang cuci kuali di kapal pesiar, hingga sopir pribadi saudagar minyak.
"Kalau ngomong pahit, superpahit. Di keluarga pahit, di luar lebih pahit," ujarnya menceritakan pengalaman hidupnya.
Bahkan, 43 tahun menjalani hidup, tak sekalipun ia pernah melihat sosok ayahnya. Hinaan hingga fitnah sempat jadi kesehariannya. Namun, semua cobaan tersebut ternyata mampu membentuk mental dan militansi Sahroni dalam menapaki anak tangga kesuksesan. "Dari segala hinaan itu, kalau ikhlas lillahi ta'ala, disertai do'a agar diangkat dari kesusahan, maka dalam proses perjalanan diijabah. Saya tidak pernah dendam."
Dari pengalaman hidupnya itu pula ia belajar. Jangan pernah memandang orang sebelah mata.
Lompatan hidup Sahroni memang terbilang sangatlah cepat. Secepat mobil-mobil mewah yang jadi koleksinya.
Ia memiliki mobil pertama hasil keringatnya sendiri pada 2004, yakni Honda Ferio keluaran tahun 2000 yang dibeli seharga Rp80 juta. Setahun kemudian, ia memboyong Ferrari pertamanya, Maranello 575 yang ia beli secara kredit seharga Rp2,1 miliar. “Di leasing, saya orang pertama yang kredit Ferrari. Saat itu cicilan per bulan sekitar Rp150an juta dengan tenor 3 tahun, tapi dapat saya selesaikan dalam satu tahun.” Yang unik, Sahroni membeli Ferrari bukan lantaran sudah kaya, melainkan karena ingin menjadi orang kaya. Ia membeli kendaraan mewah agar bisa masuk ke pergaulan konglomerat. Ibarat pepatah, bermainlah dengan tukang minyak wangi jika ingin tercium wangi. Tahun demi tahun, koleksinya bertambah. Jiwa bisnisnya turut merekah. Supercar yang ia punya tidak sekadar mejeng sebagai koleksi. Mereka juga ia jadikan investasi. "Saya memiliki Ferrari 360 Modena Spider, hanya 2 unit di Indonesia. Saya beli seharga Rp800 juta pada orang yang butuh uang sekitar 6 tahun lalu. Sekarang harganya sekitar Rp7 miliar. Bahkan, kalau saya mau jual Rp10 miliar juga bisa, toh cuma 2 di Indonesia,” kata dia.
Lahir dan besar di permukiman padat Tanjung Priok, Jakarta Utara, Ahmad Sahroni tumbuh dan merintis karier dari nol hingga menjadi pengusaha sukses --bisa dibilang salah satu yang paling sukses di tanah kelahirannya. Bahkan, ia menjadi legislator pertama yang benar-benar 'asli Priok'. Jangan ragukan etos kerjanya. 'Mowning..mowning..', sapaan khas tiap pagi di akun instagramnya, menunjukkan ia seorang 'morning person', sosok pekerja keras yang disiplin beraktivitas sejak pagi hari. Di usia yang masih terbilang muda, 43, segala pencapaiannya menjadi refleksi betapa ulet usaha Sahroni menggapai segala cita. Kini, Sang Anak Priok sedang meniti mimpinya yang lain. Tidak tanggung-tanggung, Ia bermimpi menjadi presiden! "Sama kayak dulu, saya gembel, mimpi punya Ferrari. Kenapa bisa? Karena mimpi bagian dari doa," tegasnya.
Ketika SMP, Soleh Solihun berkenalan dan jatuh hati dengan lagu-lagu Iwan Fals. Semenjak itu pula, muncul keinginannya untuk bisa menulis dan menyanyi. Hingga kemudian 'hanya' sebagai penulis lah titian jejak sang legenda yang sampai kini baru bisa ia turut tapaki.
Meskipun setelah menjadi penulis dan jurnalis sukses ia akhirnya berjumpa Iwan Fals, keinginannya untuk mewawancarai langsung sang idola tersebut belum dapat terwujud. Baru sebatas virtual melalui rekaman suara. Bahkan, sampai kini ketika nama Soleh makin melejit sebagai komika dan youtuber ternama.
Dan, saking kagumnya, ada satu buah karya Soleh yang terinspirasi Iwan Fals. Apakah itu?
Berawal dari menggawangi buletin mahasiswa Karung Goni, akronim dari Kabar, Ungkapan, Gosip, dan Opini, karier jurnalistiknya kemudian berlanjut sebagai wartawan hiburan. Mulai dari Majalah Trax, Playboy, hingga Rolling Stones Indonesia pernah merasakan polesannya. Gelar jurnalistik bergengsi seperti Anugerah Adiwarta pun pernah diraihnya, meskipun saat itu sang ibu turut berdemo menentang kehadiran majalah tempatnya berkarya.
Kini, pria kelahiran1979 ini tetap berkecimpung di dunia media, namun dalam platform berbeda. Mulai dari penyiar radio, komika, penulis buku, pemain film, sutradara, hingga youtuber, ia lakoni. Berbagai profesi yang makin melambungkan namanya. Dari pencari berita, ia menjadi objek berita.
Namun, kendati berubah posisi, ia tetap punya atensi terhadap profesi jurnalis. Bahkan, kini terbit kekhawatirannya terhadap kualitas wartawan hiburan di zaman sekarang. Kenapa itu?
Salah satu kelebihan Donny Hardono ialah kejeliannya melihat peluang. Ketika banyak penyanyi bermunculan dan tidak memiliki band pengiring pada 1989, ia mendirikan Audiensi Band untuk menjawab kebutuhan tersebut.
Kini, Audiensi Band adalah salah satu band pengiring dengan jejak paling panjang. Yang istimewa ialah menjadi band tetap di Istana Negara pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Audiensi Band juga mendapat rekor dunia dari Record Holders Republic saat mengiringi 100 biduan dengan 100 hits dalam sehari ketika konser menggalang dana untuk korban gempa Palu, Sigi, dan Donggala , Jakarta, Jumat (5/10/2018).
Salah satu kunci sukses Konser 7 Ruang adalah jejak panjang Donny Hardono sebagai musisi, penata suara, dan vendor sound system konser musik berskala nasional maupun internasional.
Pria yang lahir di Malang pada 11 Januari 1958 itu mulai menjadi pemain band profesional pada 1973. Sejak itu ia terus melangkah di dunia musik hingga kini.
Selain menceritakan perjalanan karirnya, dalam episode ini Donny juga memastikan kelanjutan Konser 7 Ruang seandainya pandemi telah selesai.