Polandia Berlaku Larangan Suaka untuk Warga Negara Sekutu Rusia

Polandia kini berada di ambang memberlakukan RUU kontroversial yang akan melarang kebijakan suaka bagi warga negara yang berasal dari negara sekutu Rusia, khususnya melalui perbatasan dengan Belarus. RUU ini, meski belum mendapatkan tanda tangan resmi dari Presiden Andrzej Duda, telah mendapat dukungan dari Uni Eropa dan menjadi sorotan luas di arena internasional. Kebijakan ini diterapkan dalam konteks meningkatnya jumlah penetrasi migran ke Polandia, yang dituduh berkaitan dengan taktik “perang hibrida” oleh Belarus dan Rusia.

Pada bulan Februari lalu, parlemen Polandia menyetujui undang-undang yang menangguhkan hak pengajuan suaka di perbatasan Belarus. Hal ini menjadi langkah yang dianggap perlu oleh pemerintah Polandia untuk menghadapi apa yang mereka sebut sebagai tantangan keamanan dari aliran migran yang terdorong oleh konflik geopolitik di kawasan tersebut. Perdana Menteri Donald Tusk menekankan urgensi langkah ini dengan mengatakan, “Kami, orang Polandia, tidak punya waktu, karena setiap hari kami mencatat 100, 150, 200 upaya untuk melintasi perbatasan secara ilegal.”

Terkait RUU ini, Duda diketahui berada dalam posisi yang agak tertekan. Media setempat melaporkan bahwa Duda merasa “sangat kesal” dengan desakan Tusk untuk segera menandatangani undang-undang tersebut. Meskipun demikian, Duda kerap mengungkapkan pentingnya memperkuat pengawasan di perbatasan timur Polandia. Dalam konteks ini, diperkirakan bahwa dia akan memberikan persetujuan terhadap RUU tersebut dalam waktu dekat.

Dukungan terhadap kebijakan ini juga disampaikan oleh Dewan Eropa. Pada 2024, mereka menyatakan bahwa “Rusia dan Belarus tidak dapat dibiarkan menyalahgunakan nilai-nilai kami, termasuk hak untuk suaka.” Penekanan ini menunjukkan posisi kuat yang diambil oleh Uni Eropa terhadap masalah migrasi yang dianggap berpotensi merusak demokrasi di kawasan.

Namun, kritik terhadap RUU ini juga datang dari berbagai organisasi internasional. Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi mengingatkan bahwa undang-undang yang diusulkan dapat melanggar hukum internasional dan Eropa. Sebagai bagian dari konvensi internasional, negara-negara tidak bisa mengembalikan pencari suaka ke negara yang berisiko mengalami penganiayaan atau bahaya serius. Human Rights Watch juga menyoroti RUU ini sebagai langkah untuk “meresmikan penolakan yang melanggar hukum” terhadap para migran di perbatasan Polandia.

Krisis migrasi di perbatasan Polandia-Belarus dimulai pada tahun 2021, saat ribuan migran, terutama dari Timur Tengah dan Afrika, berusaha memasuki Polandia. Hal ini berkaitan erat dengan ketegangan yang meningkat antara Belarus dan negara-negara Barat setelah pemilihan presiden 2020, yang dianggap dicurangi. Belarus, di bawah Presiden Alexander Lukashenko, mengisyaratkan ketidakberpihakan dalam mengendalikan arus migrasi, dengan Lukashenko menyatakan, “Tidak mungkin saya harus melindungi mereka [Polandia] dari migran, sementara mereka menjatuhkan sanksi kepada rakyat saya.”

Dari sudut pandang kebijakan imigrasi, langkah Polandia ini mencerminkan sikap tegas dalam menghadapi tantangan migrasi yang dianggap dapat mengancam identitas nasional dan stabilitas negara. Namun, implikasi dari kebijakan ini juga berpotensi menghasilkan masalah baru berupa krisis kemanusiaan di perbatasan, yang perlu dipertimbangkan dengan serius oleh pemerintah.

Keputusan Polandia untuk menangguhkan hak suaka merupakan refleksi dari kekhawatiran yang mendalam terhadap pengaruh Rusia dan Belarus di Eropa. Langkah ini membawa diskusi lebih lanjut mengenai tanggung jawab negara dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan hukum internasional, serta tantangan yang dihadapi oleh negara-negara Eropa dalam mengelola krisis migrasi yang kompleks.

Exit mobile version