Polusi Udara: 7 Juta Nyawa Terenggut Setiap Tahun, Apa Solusinya?

JAKARTA – Polusi udara menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan manusia di seluruh dunia. Menurut data yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir 7 juta orang meninggal setiap tahun akibat paparan udara yang tidak sehat. Kualitas udara yang buruk ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk emisi dari industri, pembangkitan listrik, dan polusi lalu lintas.

Fatimah Ahamad, ilmuwan kepala di Sunway Centre for Planetary Health, Malaysia, menekankan bahwa menghirup udara berpolusi dalam jangka panjang dapat menyebabkan berbagai penyakit serius, termasuk penyakit pernapasan, Alzheimer, dan kanker. “Kondisi ini memerlukan tindakan segera untuk melindungi kesehatan masyarakat,” tegasnya.

Kualitas udara yang buruk tidak hanya menjadi masalah di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Banyak wilayah, terutama di kawasan Afrika, berjuang dengan kekurangan stasiun pemantauan. Di beberapa bagian Afrika, hanya terdapat satu stasiun pemantau untuk setiap 3,7 juta penduduk. Ini memicu kekhawatiran bahwa tingkat polusi sebenarnya mungkin lebih tinggi daripada yang dilaporkan, mengingat keterbatasan data yang ada.

Situasi ini semakin diperparah oleh kenyataan bahwa hanya 17% kota di seluruh dunia yang memenuhi pedoman kualitas udara yang aman. Dalam konteks ini, Ahamad menyampaikan gambaran tentang bagaimana kualitas udara dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari. “Jika Anda memiliki air yang buruk, Anda dapat meminta orang untuk menunggu setengah jam sehari untuk mendapatkan air bersih. Namun, jika udara yang dihirup buruk, tidak ada cara untuk mencegah orang bernapas,” ungkap Ahamad.

Banyak pusat perkotaan yang menghadapi tantangan besar akibat polusi, seperti Byrnihat di India dan beberapa daerah di Kongo dan Pakistan. Emisi industri di wilayah-wilayah ini menghasilkan kabut asap yang terlihat, berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.

Namun, ada harapan di tengah tantangan ini. Beberapa kota besar di seluruh dunia telah mulai menerapkan peraturan yang lebih ketat untuk mengendalikan emisi kendaraan. Beijing, Seoul, dan Rybnik di Polandia, misalnya, telah melihat perbaikan kualitas udara setelah menerapkan kebijakan yang membatasi emisi nitrogen dioksida dan partikel. Upaya untuk meningkatkan transportasi umum dan merangkul sumber energi yang lebih bersih juga terbukti efektif.

Di Asia Tenggara, kesadaran akan masalah ini semakin meningkat. Sepuluh negara anggota ASEAN telah bergabung dalam pakta untuk mencegah kabut lintas batas yang sering kali disebabkan oleh kebakaran hutan selama musim kemarau. Meskipun hasilnya bervariasi, langkah-langkah kolaboratif ini menunjukkan bahwa ada kemauan untuk menghadapi tantangan polusi udara di kawasan ini.

Selain itu, polusi udara tidak dapat dipisahkan dari krisis iklim. Shweta Narayan, pemimpin kampanye di Global Climate and Health Alliance, menyatakan bahwa polusi udara dan perubahan iklim merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Emisi tinggi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil berkontribusi terhadap pemanasan global dan dapat diatasi dengan mengurangi ketergantungan pada sumber energi tersebut.

Database Standar Kualitas Udara yang diperbarui oleh WHO akan membantu meningkatkan kesadaran dan tindakan terhadap polusi udara. Database ini mengumpulkan informasi terkait kebijakan kualitas udara dari sekitar 140 negara, berfungsi sebagai alat untuk menilai kemajuan global dalam melindungi kesehatan masyarakat.

Polusi udara telah terbukti meningkatkan risiko berbagai penyakit non-menular, seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker. Dampaknya tidak hanya terbatas pada paru-paru dan sistem peredaran darah, tetapi juga mempengaruhi berbagai fungsi tubuh lainnya, yang berpotensi membebani sistem perawatan kesehatan dan keluarga. Oleh karena itu, penanganan serius terhadap masalah polusi udara sangat penting untuk memastikan masa depan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.

Exit mobile version