Aji Jayakatwang, yang dikenal sebagai raja Kediri, bergerak untuk menyerang kerajaan Singasari setelah menerima surat berisi provokasi dari Arya Wiraraja, mantan pejabat tinggi di istana Singasari. Surat tersebut berisi instruksi yang mendorong Jayakatwang untuk menggerakkan pasukannya, sebuah langkah strategis yang diambil setelah menyadari kelemahan pasukan Singasari akibat Ekspedisi Melayu yang telah menguras tenaga mereka.
Untuk menyerang Singasari, Jayakatwang menyusun rencana yang cermat. Ia menghimpun pasukan besar dari Gelang-gelang, wilayah yang masih dalam kekuasaan Singasari. Strategi yang diterapkan adalah memecah pasukan menjadi dua bagian, yakni utara dan selatan dari istana Singasari. Taktik ini bertujuan untuk memecah konsentrasi pasukan Singasari yang saat itu sudah menipis.
Pasukan yang menyerang dari jalur utara melakukan kerusakan yang cukup signifikan dan bersikap provokatif, dengan tujuan untuk menarik perhatian pasukan Tumapel agar meninggalkan kota. Dalam Kidung Rangga Lawe, disebutkan bahwa pasukan yang beraksi di utara digerakkan oleh Jaran Guyang sebagai senapati. Sementara itu, Kidung Harşawijaya menceritakan keberanian Raden Sirikan dan Raden Halu yang juga memimpin pasukan pengacau tersebut.
Jalur massa yang dilalui oleh pasukan dari utara di zaman modern diperkirakan melewati Jalan Raya Bangsal-Mojosari-Ngoro-Gempol-Pandaan-Lawang. Rute ini menjadi strategi krusial dalam serangan yang dilancarkan Jayakatwang, karena memanfaatkan jalur yang memungkinkan mereka untuk menyerang secara tiba-tiba.
Berikut adalah beberapa aspek penting dari strategi Jayakatwang dalam menyerang Singasari:
-
Penggunaan Surat Provokatif: Ketidakstabilan yang disebabkan oleh surat dari Arya Wiraraja memicu langkah agresif Jayakatwang berdasarkan informasi yang dipertimbangkan kuat.
-
Pengumpulan Pasukan: Taktik mengumpulkan pasukan besar di wilayah Gelang-gelang memungkinkan Jayakatwang untuk melancarkan serangan yang signifikan, mengingat pasukan Singasari tengah melemah.
-
Strategi Pemecahan Pasukan: Memecah pasukannya menjadi dua bagian untuk menyerang dari dua arah merupakan langkah strategis yang cerdik, mengeksploitasi kondisi musuh yang tengah bertahan.
-
Pengacauan di Jalur Utara: Kehadiran pasukan di jalur utara berfungsi untuk menciptakan umpan, menarik pasukan Singasari keluar dari perlindungan mereka, sehingga melemahkan pertahanan.
- Pengaruh Kidung: Pujian dalam Kidung Rangga Lawe dan Kidung Harşawijaya memperlihatkan bahwa strategi tempur ini tidak hanya diingat sebagai cerita, tetapi juga menciptakan narasi heroik yang mendukung legitimasi kepemimpinan Jayakatwang.
Dengan semua taktik dan perencanaan, Jayakatwang bertujuan untuk mengejutkan kerajaan Singasari, menciptakan gelombang kekacauan yang dapat dimanfaatkan untuk menghancurkan pertahanan mereka. Serangan ini merupakan bagian dari sejarah yang memperlihatkan intrik, strategi dan perilaku perang yang dalam konteks zaman itu menjadi sangat krusial untuk menentukan hasil pertempuran. Dalam konteks yang lebih luas, konflik antara Jayakatwang dan Singasari menggambarkan dinamika politik dan militer yang kompleks di Indonesia pada masa tersebut, di mana strategi dan taktik berperan latihan penting dalam perebutan kekuasaan.