Serangan udara terbaru yang dilancarkan oleh Israel di Jalur Gaza kembali menambah daftar panjang jatuhnya korban di wilayah konflik ini. Salah satu yang paling mencolok adalah tewasnya Salah al-Bardawil, seorang pejabat senior Hamas yang juga merupakan anggota parlemen Palestina. Kejadian ini dilaporkan terjadi pada Minggu lalu di kawasan barat Khan Younis, saat Bardawil sedang melaksanakan salat malam di tendanya di daerah Al-Mawasi.
Hamas mengonfirmasi bahwa dalam serangan terarah itu, istri Bardawil turut menjadi korban. Kelompok pejuang tersebut memberikan pernyataan yang menilai serangan ini sebagai tindakan pengecut yang mencerminkan kebrutalan Israel dalam melakukan serangan terhadap rakyat Palestina. “Ini adalah kejahatan perang dalam kampanye pembantaian sistematis terhadap rakyat Palestina,” ungkap Hamas.
Serangan udara ini dianggap oleh banyak pihak sebagai bagian dari eskalasi ketegangan yang meningkat dalam beberapa hari terakhir. Sejak Selasa lalu, dilaporkan lebih dari 700 warga Palestina telah tewas akibat gempuran Israel, dengan lebih dari 1.000 orang lainnya mengalami luka-luka. Kondisi ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, yang telah sangat menderita di tengah serangan militer Israel yang brutal.
Data terbaru menunjukkan, sejak Oktober 2023 saja, sebanyak lebih dari 50.000 warga Palestina—kebanyakan perempuan dan anak-anak—telah tewas. Selain itu, lebih dari 113.000 lainnya diperkirakan terluka akibat serangan bertubi-tubi yang dilakukan oleh militer Israel. Angka-angka tersebut mencerminkan dampak serius dari konflik yang berlarut-larut ini.
Dalam konteks internasional, serangan militer Israel tidak hanya menuai kecaman dari organisasi-organisasi kemanusiaan, tetapi juga menghadapi tantangan hukum. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sebelumnya sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant. Keduanya dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait dengan serangan di Gaza.
Tidak hanya itu, Israel juga sedang menghadapi tuntutan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) sebagai respons terhadap tindakan militernya di wilayah tersebut. Masyarakat internasional semakin khawatir akan tindakan yang dinilai melanggar hukum internasional ini, sementara keadaan di Gaza semakin krisis.
Latar belakang konflik yang berkepanjangan ini sangat kompleks, melibatkan berbagai isu politik, sosial, dan kemanusiaan. Dengan jatuhnya pemimpin senior seperti salah satunya Salah al-Bardawil, situasi di Gaza diprediksi akan semakin tegang, dan potensi untuk gencatan senjata semakin sulit tercapai. Hal ini bisa berimbas pada keresahan yang lebih luas di wilayah Timur Tengah, di mana berbagai aktor internasional terlibat dalam upaya menciptakan perdamaian.
Dalam pernyataan terakhirnya, Hamas menegaskan bahwa mereka akan terus berjuang melawan apa yang mereka sebut sebagai agresi Israel. Dengan aksi-aksi kekerasan yang terus berlangsung, suara-suara perdamaian sepertinya semakin sulit didengar di tengah hiruk-pikuk konflik yang berkepanjangan ini. Ke depannya, harapan untuk menemukan solusi yang damai tampak semakin jauh, seiring dengan meningkatnya jumlah korban jiwa dan penderitaan yang dialami oleh masyarakat sipil di kedua belah pihak.