Batas Usia Pensiun TNI: Pro Kontra dan Revisi Undang-Undang Terbaru

Batas usia pensiun Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini menjadi sorotan hangat di kalangan masyarakat dan para pengamat. Hal ini terkait dengan ketentuan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang menetapkan bahwa perwira TNI pensiun pada usia maksimal 58 tahun, sementara untuk bintara dan tamtama adalah 53 tahun. Kebijakan ini berbeda dengan profesi abdi negara lainnya, seperti anggota Polri, Aparatur Sipil Negara (ASN), jaksa, guru, dan hakim, yang memiliki batas usia pensiun hingga 60 tahun atau lebih.

Perbedaan batas usia pensiun ini telah menimbulkan perdebatan mengenai kesetaraan perlakuan bagi semua abdi negara, terutama setelah tujuh prajurit TNI mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2023. Mereka berargumen bahwa batas usia pensiun TNI seharusnya disesuaikan dengan profesi abdi negara lainnya, yaitu menjadi 60 tahun. Namun, permohonan tersebut ditarik dan MK mengabulkan penarikan itu pada Desember 2023.

Dari segi legislasi, ada langkah untuk merevisi undang-undang TNI. Draf revisi yang telah diajukan mengusulkan perpanjangan batas usia pensiun prajurit TNI menjadi 60 tahun bagi perwira dan 58 tahun bagi bintara dan tamtama. Dalam draf RUU tersebut, tertulis, “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun bagi perwira dan paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi bintara dan tamtama.” Pada rapat paripurna DPR pada 28 Mei 2024, RUU TNI tersebut diterima sebagai usul inisiatif DPR dan saat ini masih dalam tahap pembahasan.

Pro dan kontra mengenai batas usia pensiun TNI terbagi di kalangan politisi dan ahli. Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Utut Adianto menyambut baik wacana perpanjangan usia pensiun. Menurutnya, langkah ini bisa menjadi dukungan untuk memperkuat TNI. “Fraksi PDIP pasti menyambut yang sifatnya penguatan TNI, karena kita memang dari awal sekali mendukung TNI yang kuat,” ucap Utut pada 12 Juni 2024.

Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa perpanjangan usia pensiun bisa menimbulkan masalah dalam proses regenerasi di TNI. Peneliti di National University of Singapore, Evan Laksmana, menegaskan bahwa peningkatan usia pensiun dapat menyebabkan penumpukan perwira tinggi yang tidak menduduki jabatan, sehingga mengganggu jalannya promosi di dalam tubuh TNI. Evan mencatat bahwa antara 2011 dan 2017, terdapat kelebihan jumlah perwira, di mana 30 jenderal dan 330 kolonel per tahun mengalami penumpukan karena pos jabatan yang tidak tersedia.

Beberapa poin yang menjadi bahan pertimbangan dalam perdebatan ini mencakup:

1. Kesetaraan Perlakuan: Apakah TNI seharusnya memiliki batas usia pensiun yang sama dengan abdi negara lain?
2. Efektivitas Organisasi: Apakah perpanjangan usia pensiun dapat mempertahankan efektivitas TNI?
3. Regenerasi Personel: Bagaimana dampak perpanjangan usia pensiun terhadap proses regenerasi dan promosi di lingkungan TNI?
4. Pengalaman dan Kualitas: Apakah pengalaman tambahan perwira yang tetap bertugas akan membawa manfaat bagi TNI?

Sementara itu, proses revisi UU TNI masih berjalan. Banyak yang berharap kesepakatan dapat dicapai secara komprehensif, menjembatani kebutuhan organisasi dengan hak-hak para prajurit. Wacana ini tidak hanya penting bagi internal TNI, tetapi juga responsif terhadap dinamika sosial yang menginginkan keadilan bagi semua abdi negara. Sebagai institusi yang menjadi garda terdepan negara, keputusan mengenai batas usia pensiun TNI tak hanya berdampak pada prajurit, tetapi juga pada stabilitas dan efektivitas pertahanan Republik.

Exit mobile version