Ratusan dosen yang tergabung dalam Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi) menggelar aksi unjuk rasa di depan Monumen Nasional Jakarta pada Senin, 3 Februari 2025. Tuntutan mereka jelas: meminta pemerintah untuk segera mencairkan tunjangan kinerja (tukin) yang hingga saat ini belum diterima. Keterlambatan pencairan tunjangan tersebut memberikan dampak serius, terutama bagi dosen yang berada di daerah dengan keterbatasan ekonomi.
Koordinator Nasional Adaksi, Anggun Gunawan, menyatakan bahwa masalah ini telah membuat banyak dosen terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Banyak kawan-kawan di daerah yang kesulitan karena kampus swasta juga terbatas di sana. Akhirnya mereka harus mencari penghasilan tambahan dengan berbagai cara, ada yang berjualan, jadi tukang ojek, dan lain sebagainya. Ini miris sekali,” ungkap Anggun saat bertemu di lokasi aksi.
Dalam situasi yang sulit ini, sejumlah dosen memilih untuk mengajar di luar kampus demi mencukupi kebutuhan. Hal ini terjadi karena mereka merasa tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari institution yang seharusnya menjaga kesejahteraan mereka. Mereka kecewa dengan anggapan bahwa dana hibah penelitian dapat menjadi sumber penghasilan tambahan. Anggun menjelaskan, “Kalau ada yang bilang kami bisa dapat uang dari hibah penelitian, itu salah besar. Hibah itu khusus untuk penelitian dan tidak ada alokasi honor di dalamnya.”
Kondisi finansial yang mengkhawatirkan ini berpotensi merusak fokus dosen dalam menjalankan tugas akademiknya. Mereka yang harus membagi waktu antara pekerjaan tambahan dan peran akademis, merasa kesulitan untuk memberikan perhatian penuh terhadap pengajaran dan pembimbingan mahasiswa. “Kawan-kawan dosen banyak yang harus mengajar di luar kampus home base mereka. Ini tentu berdampak pada kualitas pendidikan,” tambah Anggun.
Dampak lebih lanjut dari krisis finansial ini berpotensi mengancam integritas akademik. Dalam upaya bertahan hidup, beberapa dosen terpaksa melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan etika akademik, seperti memanipulasi anggaran penelitian. Anggun menekankan, “Akibatnya, ada yang akhirnya mencoba mengakali anggaran, membuat proposal hibah dengan mark up biaya, dan berbagai cara lainnya. Ini sangat mengkhawatirkan.”
Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para dosen ini mencerminkan harapan mereka untuk segera mendapatkan pencairan tukin yang telah tertunda. Mereka ingin kembali fokus menjalankan tugas di dunia akademik dan mendidik generasi mendatang tanpa harus terbebani oleh masalah ekonomi. Dalam suasana yang penuh tekanan ini, suara dosen harus didengar oleh pemerintah, agar kebutuhan mereka dapat dipenuhi dan kondisi pendidikan di Indonesia dapat ditingkatkan.
Dari fakta yang terungkap, jelas bahwa banyak dosen mengalami kesulitan akibat masalah tunjangan yang belum cair. Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah diharapkan untuk segera mengambil tindakan yang tepat agar dosen bisa kembali menjalankan perannya dengan optimal. Tindakan yang diambil oleh Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek menunjukkan betapa pentingnya perhatian dari pemerintah terhadap kesejahteraan para pendidik di Indonesia.