
JAKARTA, Podme – Topik hukum merayakan Valentine menurut Islam kembali mengemuka menjelang tanggal 14 Februari. Di kalangan umat Muslim, perdebatan mengenai apakah merayakan hari kasih sayang ini sejalan dengan ajaran agama tidak kunjung reda. Dalam perspektif syariat, banyak ulama berpendapat bahwa perayaan ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.
Syaikh Ibnu Utsaimin, dalam fatwanya yang dikeluarkan pada 5 November 2000, menegaskan bahwa umat Islam dilarang merayakan Valentine dengan beberapa alasan. Pertama, perayaan ini tidak memiliki dasar dalam syariat Islam. Kedua, kegiatan ini bisa menimbulkan kecemburuan antar individu. Ketiga, perayaan semacam itu dapat mengalihkan perhatian umat Muslim dari hal-hal bermanfaat, yang bertentangan dengan ajaran para salaf.
Selanjutnya, Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah bahkan menyatakan secara tegas bahwa pada hari Valentine tidak diperbolehkan adanya simbol-simbol perayaan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, atau pertukaran hadiah. Ini menunjukkan adanya kekhawatiran bahwa perayaan tersebut dapat melibatkan tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Islamic scholar KH Ma’ruf Amin, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia, dalam penjelasannya di tahun 2008 menekankan bahwa perayaan Valentine menimbulkan praktik yang tidak bermanfaat, seperti pesta dan mabuk-mabukan. Ia menilai, meskipun fatwa resmi tidak dikeluarkan secara khusus, tindakan perayaan yang menyimpang dari aturan agama tentu sudah haram.
Sebagai bentuk penekanan, Ma’ruf Amin menegaskan bahwa hukum haram bukan terletak pada konsep Valentine itu sendiri, melainkan pada cara masyarakat merayakannya yang sering kali melenceng dari tuntunan agama. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ketua MUI Pekanbaru, Ilyas Husti, yang mengimbau masyarakat agar tidak mengikuti budaya Barat yang banyak diisi oleh perilaku maksiat.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa ulama melarang merayakan Valentine menurut Islam:
1. Tidak memiliki dasar syariat: Perayaan Valentine tidak termaktub dalam Al-Qur’an maupun Hadis, sehingga dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.
2. Memicu kecemburuan: Perayaan ini dapat memunculkan perilaku negatif seperti kecemburuan di antara individu atau pasangan.
3. Mengalihkan perhatian: Perayaan Valentine bisa mengalihkan perhatian umat dari kegiatan yang lebih bermanfaat dan mendekatkan diri kepada Allah.
4. Menyebabkan terjerumus: Banyak individu terjerumus ke dalam perilaku yang bertentangan dengan norma agama selama perayaan ini.
Dari perspektif MUI, merayakan Valentine juga dianggap sebagai bentuk persetujuan terhadap perayaan asing yang dapat merusak moral masyarakat. MUI beranggapan bahwa umat Islam seharusnya mengganti perayaan tersebut dengan bentuk ekspresi cinta yang syar’i dan sesuai dengan ajaran Islam.
MUI menyarankan agar umat Islam mengekspresikan cinta dan kasih sayang dalam bentuk-bentuk yang lebih sesuai dengan syariat, seperti berbuat kebajikan, saling berdoa, atau menyebarkan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari, tanpa terikat pada tanggal atau perayaan tertentu yang tidak memiliki landasan religius.
Sebagai umat Islam, sangat penting untuk memahami pandangan syariat mengenai perayaan ini agar dapat menjalani kehidupan lebih bijaksana dan berhati-hati dalam memilih budaya yang akan diadopsi. Peringatan tersebut mengingatkan kita bahwa cinta dan kasih sayang sepatutnya bukan hanya dirayakan di hari tertentu, tetapi harus diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan sejalan dengan nilai-nilai Islam. Dengan begitu, kita dapat menikmati dan memperkuat hubungan personal tanpa mengesampingkan ajaran agama.