Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, menekankan semakin pentingnya literasi media di tengah arus informasi yang deras dan beragam. Dalam sebuah talkshow bertajuk “Media Informasi dan Literasi” yang diadakan di Jakarta Pusat, Herik menyoroti kenyataan bahwa masyarakat kini dibanjiri oleh informasi yang belum terverifikasi kebenarannya. Menurutnya, pemahaman yang baik mengenai sumber informasi sangatlah crucial untuk membekali publik agar mampu membedakan informasi yang layak dan tidak layak untuk diterima.
“Di era digital ini, kita harus memikirkan bagaimana publik bisa selamat dari tsunami informasi yang tidak jelas. Masyarakat perlu memahami dari mana informasi itu berasal dan apakah informasi tersebut valid atau tidak. Ini penting agar mereka tidak salah mengambil keputusan berdasarkan informasi yang keliru,” tegas Herik Kurniawan. Pernyataan ini menggambarkan urgensi untuk mendorong kesadaran publik dalam melakukan verifikasi sebelum menyebarluaskan informasi lebih lanjut.
Untuk mendukung upaya ini, IJTI berkomitmen untuk terus melakukan edukasi dan literasi kepada masyarakat. Herik menambahkan, “Kami akan melakukan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menerima dan membagikan informasi.” Hal ini sejalan dengan pengingat bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memverifikasi informasi yang mereka terima sebelum membagikannya ke orang lain.
Dukungan terhadap inisiatif literasi media juga disampaikan oleh Ketua Dewan Pers, Niniek Rahayu, yang menyatakan bahwa peningkatan literasi media di masyarakat akan berkontribusi pada terciptanya ekosistem pers yang sehat dan bertanggung jawab. Ia menjelaskan bahwa ada empat aspek penting dalam literasi media yang harus diperhatikan masyarakat.
Pertama, masyarakat perlu memiliki kemampuan untuk menyaring kebenaran informasi dengan cara melakukan verifikasi dan tidak hanya menerima informasi berdasarkan opini. “Check and balances kebenaran sangatlah penting. Ini bukan hanya tentang membagikan apa yang kita pikir benar, tetapi menjamin bahwa informasi tersebut sesuai fakta,” ujarnya.
Kedua, Niniek juga menekankan pentingnya menghindari bias politik atau kepentingan kelompok tertentu. “Ada kalanya informasi dapat dipolitisasi, sehingga masyarakat perlu bijak dan kritis dalam memperoleh kebenaran yang tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu,” kata Niniek.
Selanjutnya, dia mengingatkan akan perlunya keseimbangan dalam penggunaan media sosial dan teknologi. “Penggunaan teknologi yang berlebihan tanpa akurasi dapat berbahaya. Kami ingin masyarakat untuk tetap sadar dan kritis terhadap informasi yang mereka konsumsi,” imbuhnya.
Terakhir, Niniek mengungkapkan adanya peraturan baru dari Dewan Pers tentang penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang diharapkan dapat menjadi panduan bagi media dan masyarakat dalam mengakses informasi. “Dengan adanya pedoman ini, kita berharap baik masyarakat maupun awak media dapat menggunakan teknologi dengan lebih proporsional dan efektif,” tambahnya.
Melihat semakin kompleksnya lanskap informasi saat ini, tanggung jawab untuk melakukan literasi media tidak hanya terpaku pada lembaga atau organisasi, namun juga menjadi tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Dengan melakukan verifikasi sebelum menyebarkan informasi, setiap individu dapat berkontribusi pada penciptaan lingkungan informasi yang lebih sehat dan bertanggung jawab. Upaya ini penting untuk mencegah penyebaran berita palsu dan meningkatkan keterampilan kritis masyarakat dalam menghadapi arus informasi yang begitu cepat dan beragam.