Dunia

Mengintip Program Makan Siang Bergizi Jepang: Biaya dan Menu Menarik

Jepang dikenal dengan budaya dan tradisi yang kaya, termasuk dalam hal pemenuhan gizi dalam pendidikan. Program makan siang bergizi yang diberi nama "Shokoiku" telah menjadi bagian penting dalam sistem pendidikan Jepang sejak abad ke-19. Program ini dirancang untuk memastikan siswa mendapatkan asupan nutrisi yang cukup, dan telah berkembang pesat meskipun sempat terhenti selama Perang Dunia II.

Sekarang, program Shokoiku tidak hanya berfungsi sebagai sumber makanan, tetapi juga sebagai pendidikan gizi. Menurut Profesor Naomi Aiba, yang berasal dari Department of Nutrition and Life Science di Kanagawa Institute of Technology, penyajian makanan di sekolah Jepang tidak gratis dan dikenakan biaya kepada orang tua siswa sebesar 230 yen, yang setara dengan sekitar Rp24.500. Biaya ini dapat bervariasi tergantung pada harga bahan pokok di pasar. Dengan jumlah tersebut, siswa mendapatkan paket makan siang yang mencakup nasi, daging atau ikan, sup, acar, dan susu.

Uniknya, setiap sekolah di Jepang memiliki dapurnya sendiri untuk mengolah makanan, tidak seperti di Indonesia yang sering melibatkan katering. Dapur sekolah memungkinkan pengawasan lebih ketat terhadap kualitas makanan yang disajikan. Menu yang disiapkan harus mengikuti pedoman dari pemerintah, terkait pemenuhan gizi yang dibutuhkan setiap siswa.

Untuk memperjelas lebih lanjut, berikut adalah beberapa poin penting mengenai program makan siang bergizi di Jepang:

  1. Biaya dan Pendanaan: Program ini tidak gratis; orang tua siswa harus membayar sekitar 230 yen. Namun, beberapa daerah dapat memberikan kebijakan berbeda, seperti menggratiskan makanan.

  2. Dapur Sekolah: Hampir semua sekolah di Jepang memiliki dapur untuk memasak makanan sendiri, memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang pentingnya makanan bergizi.

  3. Pengawasan Ahli Gizi: Menu yang disajikan diatur oleh ahli gizi yang berfungsi sebagai guru, memastikan makanan itu seimbang dan bergizi.

  4. Proses Penyajian: Waktu makan siang berfungsi sebagai bagian dari jam pelajaran, berlangsung selama 45 menit yang mencakup penyajian, makan, dan membersihkan tempat makan.

  5. Pendidikan Gizi: Sebelum makan, siswa menerima pelajaran tentang nutrisi, menjadikan waktu makan siang sebagai peluang belajar yang berharga.

  6. Evaluasi dan Penyesuaian: Program ini selalu dievaluasi agar dapat mengidentifikasi masalah, seperti sisa makanan, dan mencari solusi untuk meningkatkan pengalaman makan siswa.

Professor Aiba juga menekankan bahwa dengan adanya dapur di setiap sekolah, siswa dapat merasakan kedekatan dengan makanan yang mereka konsumsi. Secara emosional, hal ini dapat membantu siswa lebih menghargai makanan mereka, berbeda dengan model penyajian katering yang sering jarang memberikan hubungan personal dengan makanan.

Sebagai komponen dari pendidikan, makan siang bergizi di Jepang bukan hanya tentang nutrisi, tetapi juga mengajarkan kebiasaan makan yang baik. Program ini memastikan bahwa siswa tidak hanya mengisi perut, tetapi juga memahami asal usul makanan dan pentingnya gizi dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui pendekatan ini, Jepang tidak hanya berhasil dalam menyediakan makanan bergizi kepada siswa, tetapi juga membentuk pola pikir yang lebih sehat seiring mereka tumbuh. Sebagai contoh, waktu yang dihabiskan untuk makan siang di sekolah juga meliputi pelajaran tentang cara mengunyah makanan dengan benar dan pentingnya menghabiskan seluruh porsi, sehingga meminimalisir sisa makanan.

Melihat dari program Shokoiku, terdapat banyak pelajaran yang dapat diterapkan dalam pendidikan gizi di negara lain, termasuk Indonesia, yang saat ini sedang mengembangkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan gizi anak-anak di sekolah. Dengan pendekatan yang holistik, pendidikan gizi dapat membentuk generasi yang lebih sehat dan sadar akan pentingnya pola makan yang seimbang.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button